PENGEMBANGAN
DESAIN
STRATEGI PEMBELAJARAN
Upaya Menginovasi
Strategi Pembelajaran
dalam
Tinjauan Teoritis Operasional
Disusun oleh:
ABDUL
MUIS
11470019
JURUSAN
KEPENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2011
PENGEMBANGAN
DESAIN
STRATEGI PEMBELAJARAN
Upaya Menginovasi
Strategi Pembelajaran
dalam
Tinjauan Teoritis Operasional
A.
Pendahuluan
Salah satu kemampuan dan keahlian profesional utama yang harus dimiliki
oleh guru adalah kemampuan bidang pendidikan dan keguruan, khususnya terkait
dengan strategi pembelajaran. Jika kita amati, sejak pertengahan abad ini,
revolusi psikologi kognitif telah memberi kontribusi wawasan baru tentang
hakekat berpikir, baik pada guru maupun siswa. Pandangan mengenai bagaimana
belajar terjadi menjadi isu dari dekade ke dekade selanjutnya. Setidak-tidaknya
ada tiga kategori pandangan mengenai belajar yang berkembang di abad 20 hingga
awal abad 21 ini, yakni belajar sebagai pemerolehan respon, belajar sebagai
pemerolehan pengetahuan, dan belajar sebagai konstruksi pengetahuan. Proses
belajar yang terjadi dari pandangan pertama adalah menerima dan mengingat;
pandangan kedua bercirikan menerima dan memahami isi serta melihat
hubungan-hubungan; dan yang ketiga, adalah interpretasi dan konstruksi[1] dari
apa yang dialami (dilakukan, dilihat, didengar, dan dibaca) pebelajar atau
siswa.
Sedangkan dalam perspektif yang berbeda, pembelajaran didefinisikan sebagai
upaya untuk membelajarkan siswa. Ungkapan ini mengandung pengertian bahwa
konsepsi atau pandangan tentang bagaimana belajar terjadi menjadi titik tolak
bagaimana upaya membelajarkan siswa ditempuh. Dalam konteks pandangan belajar
yang pertama, dan kedua di atas, yakni belajar sebagai pemerolehan respon, dan
belajar sebagai pemerolehan pengetahuan, metode pembelajaran dimaknai sebagai
cara-cara yang dapat digunakan untuk mencapai hasil pembelajaran yang
diharapkan; dan strategi pembelajaran dimaknai sebagai penataan cara-cara
itu sehingga tersusun suatu urutan langkah-langkah yang ditempuh untuk mencapai
hasil pembelajaran yang diinginkan. Sedangkan, dalam konteks konsepsi atau
pandangan belajar yang ketiga, yakni belajar sebagai proses konstruksi
pengetahuan, metode/strategi pembelajaran dimaknai sebagai upaya penciptaan lingkungan
belajar yang dapat mendukung proses membangun pengetahuan oleh siswa.
Pada karya tulis yang berbentuk makalah ini, akan dipaparkan strategi
pembelajaran yang dikembangkan dengan pijakan tiga pandangan tentang bagaimana
belajar terjadi itu. Pada bagian awal dipaparkan tiga metafora belajar itu, dan
kemudian dilanjutkan dengan paparan strategi pembelajaran yang relevan dengan
masing-masing pandangan tentang belajar.
B. Konsep Belajar dalam Berbagai
Perspektif
Kita yang aktif dalam dunia pendidikan ataupun yang memiliki high reponsibility tinggi terhadap dunia
pendidikan pasti akan selalu pempertanyakan beberapa hal yang terkait langsung
dengan dunia pendidikan, yaitu apa itu belajar[2]. Pandangan
bahwa belajar sebagai pemerolehan respon, belajar sebagai pemerolehan
pengetahuan, dan belajar sebagai konstruksi pengetahuan, memberikan gambaran pergeseran
pandangan tentang bagaimana belajar terjadi, yang berkembang terutama setengah
abad terakhir. Pandangan belajar sebagai pemerolehan respon menganggap proses
belajar terjadi secara mekanistik. Respon yang berhasil adalah memperkuat otomatisasi,
dan sebaliknya kegagalan respon dipandang sebagai lemahnya otomatisasi.
Implikasinya dalam pembelajaran, metafora belajar sebagai pemerolehan respon
ini adalah pembuatan situasi yang dapat membangkitkan respon siswa dan
pemberian reinforcement untuk setiap respon. Drill dan latihan
(praktik) adalah epitome pembelajaran dalam pandangan belajar ini, dan tujuan
pembelajaran adalah menambah tingkah laku yang benar. Hasil belajar dapat
dievaluasi dengan pengukuran seberapa besar perubahan tingkah laku itu.
Pandangan ini telah menjadi dasar yang amat kuat dalam praktik dan penelitian
belajar dan mengajar lebih dari separo abad ini, dan puncaknya terjadi pada
masa-masa setelah Perang Dunia II.
Kedua, belajar dipandang sebagai pemerolehan
pengetahuan, merupakan metafora baru setelah revolusi kognitif tahun 1950-an
dan 1960-an. Dalam pandangan ini siswa menjadi pemproses informasi dan guru sebagai penyaji
informasi. Karena pemerolehan pengetahuan menjadi pusat perhatian para ahli
psikologi, maka kurikulum menjadi fokus pembelajaran. Implikasinya dalam
pembelajaran jelas sekali, seperti penciptaan situasi yang dapat membuat siswa
memperoleh pengetahuan. Dengan metafora ini, pembelajaran berdasarkan buku teks
dan ceramah menjadi fokus, untuk tujuan pembelajaran menambah pengetahuan dalam
diri siswa, dan hasil belajar dapat dievaluasi dengan mengukur jumlah perolehan
pengetahuan dan retensi. Tes pilihan ganda dan tes-tes prestasi yang lain
menjadi populer sebagai alat ukur.
Ketiga, kegiatan belajar dipadnang sebagai
konstruksi pengetahuan, muncul setelah pertumbuhan psikologi kognitif pada
dekade 1970-1980-an. Pandangan terhadap siswa berubah dari penerima pengetahuan
ke pembangun (konstruktor) pengetahuan, suatu otonomi siswa dalam menggunakan
metakognisinya, untuk mengontrol proses kognitifnya, selama belajar
berlangsung. Orang bukanlah
perekam informasi, tetapi pembangun struktur pengetahuan. Mengetahui sesuatu
tidak berarti hanya telah menerima informasi, tetapi juga telah
menginterpretasikannya dan menghubungkannya dengan pengetahuan yang lain.
Terampil adalah tidak hanya mengetahui bagaimana melakukan sejumlah tindakan,
tetapi juga mengetahui kapan melakukannya dan mengadaptasi unjuk kerja ke
berbagai keadaan. Meskipun konstruktivisme dalam pendidikan tidak dimaksudkan
untuk mengembangkan strategi pembelajaran, namun para ahli pembelajaran
menggunakannya sebagai pijakan untuk mengembangkan strategi pembelajaran.
Hingga sekarang, teori pembelajaran yang bervisi pada belajar konstruktivis ini
boleh dikatakan masih dalam proses kajian. Para peneliti masih terus berusaha
mengembangkan teori dan model pembelajaran baru berdasarkan konstruktivisme,
dan asumsi-asumsinya mengenai hakekat belajar.
Mengenai pandangan terhadap belajar yang
terakhir ini, pusat perhatian
pembelajaran terletak pada pengubahan dari apa yang dikehendaki kurikulum ke
kognisi siswa. Seperti tercermin dalam lima prinsip pembelajaran konstruktivis yaitu; Pertama,
penyikapan
masalah-masalah yang muncul dan relevan pada belajar siswa; Kedua, menstrukturkan
belajar menurut konsep utama; Ketiga, menemukan dan memaknai pandangan-pandangan
siswa; Keempat, penyesuaian kurikulum yang diarahkan pada
konsepsi siswa; dan Kelima, pengukuran belajar siswa dalam konteks
pembelajaran. Berhubungan dengan hal ini, evaluasi terhadap belajar siswa lebih
mengarah pada penemuan bagaimana struktur dan proses pengetahuan siswa daripada
berapa banyak yang dipelajari siswa. Pertanyaan yang lazim diajukan bukan lagi apakah pembelajaran lebih efektif, tetapi makna
apa yang dapat diperoleh siswa atau guru dari aktivitas pembelajaran itu.
C.
Pengembangan Desain Strategi Pembelajaran
Ungkapan pengembangan strategi pembelajaran lebih sering
dipakai untuk konteks pandangan belajar yang pertama dan kedua. Sedangkan bagi
pandangan belajar yang ketiga lebih sering menyebut pengembangan strategi
pembelajaran dengan ungkapan penggubahan lingkungan belajar. Dalam makalah ini, kedua ungkapan tersebut digunakan dengan
maksud agar dapat dipakai sebagai penunjuk terminologis dalam basis teori
belajar apa strategi pembelajaran itu dikembangkan.
Menurut taksonomi variabel pembelajaran, metode
pembelajaran dikategorikan menjadi tiga ranah:
- Strategi pengorganisasian
isi pembelajaran
- Strategi penyampaian
pembelajaran
- Strategi pengelolaan
pembelajaran
Strategi pengorganisasian isi pembelajaran lazim
didasarkan pada tujuan dan karakteristik bidang studi (dikenali dengan
melakukan analisis isi dan tujuan pembelajaran), strategi penyampaian
pembelajaran didasarkan pada karakteristik bidang studi dan kendala, sedangkan
strategi pengelolaan lazim ditetapkan berdasarkan karakteristik siswa, dan
secara simultan dikelola untuk mendukung strategi penyampaian pembelajaran,
dengan mengacu pada organisasi isi.
D.
Strategi Pengorganisasian Isi
Dua langkah yang amat penting dalam penetapan
strategi pengorganisasian isi pembelajaran adalah synthesizing dan sequencing.
Synthesizing dilakukan dengan cara menunjukkan keterkaitan antar isi bidang studi secara keseluruhan, dengan
maksud untuk membuat isi-isi bidang studi menjadi lebih bermakna bagi siswa. Sequencing
dilakukan untuk menunjukkan urutan-urutan yang perlu diikuti dalam mempelajari
isi bidang studi.
Pembuatan pensintesis dan pengurutan isi
pembelajaran merupakan satu kegiatan yang tak terpisahkan dengan analisis
tujuan dan analisis karakteristik bidang studi. Oleh karena itu, tepatlah jika
penggarapan strategi pengorganisasian isi dilakukan segera setelah dilakukan
analisis tujuan dan isi atau karakteristik bidang studi. Pengorganisasian dapat
melibatkan keseluruhan isi bidang studi, atau hanya melibatkan sebagian kecil
isi bidang studi. Pengorganisasian yang pertama menuntut strategi makro,
sedangkan pengorganisasian yang kedua menuntut strategi mikro.
E.
Strategi Penyampaian Pembelajaran
Penetapan strategi penyampaian isi[3]
pembelajaran menaruh perhatian pada pemilihan dan penetapan media yang optimal
untuk menyampaikan isi pembelajaran. Penetapan ini akan sangat tergantung pada
hasil analisis kondisi, terutama analisis sumber belajar yang tersedia dan
dapat digunakan dalam proses pembelajaran. Berdasarkan hasil analisis sumber
dapat ditetapkan bentuk-bentuk interaksi siswa-media-guru.
Teknik-teknik penyampaian isi di dalam kelas
yang sudah lazim digunakan guru, yang meliputi penggunaan ceramah, tanya jawab,
penjelasan, pemberian ilustrasi, pendemonstrasian, atau mengarahkan siswa
secara langsung ke sumber informasi selama pembelajaran berlangsung, atau
menggunakan buku teks untuk
pemberian tugas-tugas rumah, menjadi bagian penting dari strategi penyampaian
pembelajaran. Semua itu dirancang, dan dijalankan oleh guru.
F.
Strategi Pengelolaan Pembelajaran
Strategi pengelolaan pembelajaran menaruh
perhatian pada penataan interaksi siswa dengan sumber belajar yang dirancang
akan dipakai dalam pembelajaran. Perhatian utama diberikan pada penjadwalan
penggunaan setiap sumber belajar ini. Oleh karena fokus perhatiannya terletak
pada penataan interaksi siswa dengan sumber belajar, maka strategi pengelolaan
ini amat tergantung pada hasil analisis karakteristik siswa. Deskripsi hasil
analisis karakteristik siswa menjadi pijakan dalam memilih dan menetapkan
strategi pengelolaan. Hasil kegiatan dalam langkah ini akan berupa penjadwalan
penggunaan komponen strategi pengorganisasian dan penyampaian pembelajaran.
Strategi pembelajaran yang dikembangkan secara
terstruktur tersebut, didasari pandangan belajar yang berperspektif bihavioris-kognitivis.
Bahwa, belajar dipandang sebagai pembentukan respon, dan belajar dipandang
sebagai pemerolehan belajar atau penyerapan informasi, sehingga adagium
pembelajaran yang terkenal selama ini berbunyi peningkatan daya serap atau
peningkatan perolehan belajar. Semua strategi pembelajaran dirancang untuk
meningkatkan daya serap atau perolehan belajar. Adagium pembelajaran ini akan
menjadi lain, jika kita berpijak dari pandangan konstruktivistik.
G.
Penggubahan Lingkungan Belajar
Pembelajaran yang berperspektif konstruktivis, mungkin
beberapa strategi pembelajaran tradisional seperti penggunaan ceramah, tanya
jawab, penjelasan, pemberian ilustrasi, pendemonstrasian, atau mengarahkan
siswa secara langsung ke sumber informasi selama pembelajaran berlangsung, atau
menggunakan buku teks untuk
pemberian tugas-tugas rumah masih berguna, meskipun hadirnya di dalam
kelas-kelas konstruktivis menjadi lebih tipikal. Strategi yang menonjol antara
lain adalah strategi belajar kooperatif dengan mengutamakan aktivitas siswa
daripada aktivitas guru, mengenai kegiatan laboratorium, pengalaman lapangan,
studi kasus, pemecahan masalah, panel diskusi, diskusi, brainstorming, dan
simulasi.
Peranan guru yang utama adalah mengendalikan
ide-ide dan interpretasi siswa dalam belajar, mengarahkan siswa ke dalam
ide-ide alternatif dari yang diyakini sebelumnya, dan memberikan
alternatif-alternatif itu melalui aplikasi, bukti-bukti, dan argumen-argumen.
Pergeseran perspektif kelas yang seperti ini sejalan dengan pergeseran
pandangan terhadap belajar dan mengajar yang ketiga, yakni belajar sebagai
pembangunan pengetahuan.
Karakteristik lingkungan belajar dan
pembelajaran yang berperspektif konstruktivis mempertimbangkan konsepsi utama
yang dibawa siswa ke dalam situasi belajar sebagai bagian dari aktivitas
pembelajaran. Belajar adalah proses aktif pada diri siswa, yang mencakup
konstruksi makna dan acapkali terbentuk melalui negosiasi interpersonal. Guru
juga membawa konsepsi mereka ke dalam situasi pembelajaran, tidak hanya
konsepsi mengenai pengetahuan mereka, tetapi juga konsepsi mereka terhadap
belajar dan mengajar. Konsepsi-konsepsi itu dapat mempengaruhi
keputusan-keputusan atau cara-cara mereka berinteraksi dengan siswa di dalam
kelas.
Peranan guru dalam pembelajaran dipengaruhi oleh
konsepsi-konsepsi mereka terhadap belajar dan mengajar. Pendek kata, pergeseran
pandangan tentang belajar dan mengajar dari siswa sebagai perespon dan penerima
informasi ke siswa sebagai pengkonstruk/pembangun pengetahuan telah mengubah
pula perspektif kehidupan kelas yang menempatkan interaksi guru-siswa dan
siswa-siswa ke dalam hubungan yang unik.
Implikasi epistemologis dari pandangan bahwa
ilmu pengetahuan sebagai sesuatu yang terkonstruksi, adalah hubungan skema
konseptual dengan dunia nyata secara langsung. Penekanan belajar tidak dalam
hal hubungannya dengan otoritas eksternal, tetapi konstruksi pengetahuan oleh
siswa. Modul-modul seringkali diangkat dari pengalaman personal siswa,
mempertimbangkan isu kehidupan nyata yang dihadapi siswa, masyarakat sekitar
atau masyarakat umum. Belajar tentang dunia tidak menempatkannya dalam vakum
sosial. Melalui bahasa dan kultur, anak memiliki cara-cara berpikir dan
berimajinasi. Pandangan terhadap pengetahuan yang demikian itu, memiliki konsekuensi
yang sungguh-sungguh terhadap konseptualisasi pengajaran dan belajar.
Kurikulum tidak dipandang sebagai kumpulan
entitas keterampilan yang ditransfer kepada siswa, tetapi lebih berguna
dipandang sebagai rangkaian tugas dan strategi. Tujuan umum dalam pengembangan
kurikulum adalah membuat lingkungan kelas yang memberikan setting sosial
untuk mendukung proses pembangunan pengetahuan oleh siswa. Lingkungan itu bukan
hanya tugas belajar sebagai paket, tetapi tugas belajar seperti
diinterpretasikan oleh siswa. Lingkungan belajar juga mencakup organsiasi
sosial dan interaksi antara siswa-guru dan siswa-siswa.
Karakteristik lingkungan kelas yang
berperspektif konstruktivis ini antara lain: Pertama, siswa tidak dipandang secara pasif, tetapi
aktif untuk belajar mereka sendiri—mereka membawa konsepsi mereka ke dalam
situasi belajar; Kedua, belajar mengutamakan proses
aktif, siswa
mengkonstruksi makna, dan acapkali dengan melalui negosiasi interpersonal; Ketiga, pengetahuan tidak bersifat “out there”, tetapi
terkonstruk secara personal dan secara sosial; Keempat, guru juga membawa
konsepsi mereka ke dalam situasi belajar, tidak hanya dalam hal pengetahuan
mereka, tetapi juga pandangan mereka terhadap belajar dan mengajar yang dapat
mempengaruhi cara mereka berinteraksi dengan siswa di dalam kelas; Kelima, pengajaran bukan mentransmisi pengetahuan tetapi
mencakup organisasi situasi di dalam kelas dan desain tugas yang memudahkan
siswa menemukan makna[4];
dan Keenam, kurikulum bukan sesuatu yang
perlu dipelajari tetapi program tugas-tugas belajar, bahan-bahan, sumber-sumber
lain, dan wacana dari mana siswa mengkonstruk pengetahuan mereka.
H.
Kerangka Teoritis untuk Pengembangan Strategi Pembelajaran
Bahasan tentang konstruktivisme dalam pendidikan
lekat dengan domain kognitif. Pokok pikirannya terletak pada domain knowledge, yaitu proses membangun
pengetahuan oleh orang yang belajar. Banyak teori pembelajaran untuk domain
kognitif dideskripsikan dalam berbagai literatur-dari metode pengorganisasian bahan tercetak
hingga penciptaan lingkungan belajar terbuka. Membandingkan teori-teori itu
sama halnya membandingkan apel dengan jeruk. Namun demikian, ada gunanya
membandingkan teori untuk membangun kerangka pemahaman teoretik kita terhadap
teori satu dengan teori yang lain. Ada enam poin strategi pembelajaran, yaitu (1) tipe belajar, (2) kontrol
belajar, (3) fokus belajar, (4) pengelompokan belajar, (5) interaksi belajar,
dan (6) pendukung belajar.
1.
Tipe Belajar
Tipe belajar berkaitan dengan tujuan belajar
yang ingin dicapai. Pada hakikatnya, poin ini merupakan aplikasi taksonomi
pembelajaran, misalnya,
menginginkan pengembangan kognitif. Untuk tujuan ini, mensintesis taksonomi belajar: mengingat
informasi (memorizing information),
memahami hubungan-hubungan (understanding
relationships), menerapkan keterampilan intelektual (applying skills), dan menerapkan keterampilan intelektual yang
lebih tinggi (applying generic skills).
Dari poin di atas menunjukkan, bahwa kita bisa melihat kategori
secara terpisah, sekaligus kita bisa melihat kategori-kategori tersebut secara overlap. Misalnya, mungkin penting bagi
siswa mengingat informasi untuk menerapkan suatu keterampilan, akan tetapi ini
tidak selalu demikian.
Penekanan tujuan belajar akan menunjukkan tipe
belajar. Pembelajaran yang menekankan keterampilan berpikir tingkat tinggi
(kemampuan analisis, sintesis, dan evaluasi), akan menempatkan ketegori ini
pada kuadran empat, yakni apllying generic skills. Sementara itu bagi
para konstruktivis tujuan belajar untuk pengembangan keterampilan berpikir
tingkat tinggi seperti itu, juga digunakan untuk mengembangkan level belajar
yang lebih rendah, secara simultan untuk mengembangkan keterampilan yang lebih
tinggi. Di dalam perspektif konstruktivis ini, siswa bekerja kolaboratif dengan
yang lain, menggunakan bebagai sumber, melakukan simulasi, dan eksperimen untuk
memecahkan berbagai masalah yang menantang. Melalui aktivitas pemecahan
masalah, siswa mengembangkan keterampilan, pemahaman, dan juga memperluas
informasi dalam beberapa domain.
2.
Kontrol Belajar
Dalam paradigma pembelajaran tradisional,
kontrol belajar ada pada guru atau desainer pembelajaran. Penetapan tujuan
belajar, pemilihan isi, penetapan strategi pembelajaran, dan evaluasi dilakukan
oleh guru. Kunci dalam paradigma teori pembelajaran yang baru adalah penciptaan
lingkungan yang berfokus pada siswa (learner-centered), di mana siswa
lebih berperan dalam penentuan hasil belajar dan pemilihan cara untuk mencapai
hasil belajar mereka. Pengambilan peran antara yang perpusat pada guru dan
berpusat pada siswa lebih menggambarkan sebuah kontinum. Satu titik ekstrem
tidak selalu lebih baik daripada yang lain, penetapan titik kontinum yang
berbeda lebih tepat untuk kondisi yang berbeda.
Teacher centered
Learner centered
Ada sejumlah
pertanyaan pemandu untuk menetapkan strategi pembelajaran yang tepat pada
kontinum tersebut, yakni:
- Siapa yang
menentukan tujuan pembelajaran?
- Siapa yang
menentukan bagaimana tujuan itu akan dicapai?
- Siapa yang
memilih isi?
- Siapa yang
memilih jenis dan level sumber dan bahan pendukung?
- Siapa yang
memilih kapan sumber dan bahan pendukung itu digunakan?
- Siapa yang
mengatur kegiatan apa yang akan dilakukan, dan di jenjang apa?
- Siapa yang
mengevaluasi belajar?
Di sini, kontrol belajar adalah guru. Guru yang
menetapkan strategi pembelajaran, dan membimbing proses belajar. Guru pula yang
memilih isi yang penting bagi siswa. Sementara bagi yang lain menekankan peran
guru sebagai pencipta lingkungan belajar agar siswa dapat mengontrol belajarnya
sendiri.
3.
Fokus Belajar
Fokus belajar memiliki rentangan cakupan yang
amat luas, dari menggunakan topik khusus dari domain tertentu hingga pemecahan
masalah yang interdisipliner. Ada pengorganisasi belajar di sekitar skenario berbasis tujuan. Skenario memiliki
tujuan proses maupun tujuan isi, dan menuntut siswa belajar isi tertentu untuk
bisa mencapai misi atau tujuan. Strategi ini fleksibel, sementara orientasi
belajar pemecahan masalah tercapai, di sisi lain siswa belajar domain spesifik
atau interdisipliner yang terkait dengan tujuan belajar atau misi yang telah
diplih.
4.
Pengelompokan Belajar
Aspek ini mempertimbangkan jumlah siswa yang
bekerjasama. Siswa bekerja individual atau berkelompok? Untuk tujuan
pembandingan biasanya dibedakan atas: individual, berpasangan, tim (3-6), dan
kelompok (7+). Setiap tipe pengelompokan memiliki pertimbangan logis dan proses
yang harus dipertimbangkan ketika merencanakan pembelajaran.
5.
Interaksi Belajar
Biasanya kategori interaksi belajar ini
dibedakan atas interaksi: manusia dan non-manusia. Dalam setiap kategori
mungkin terdapat bernacam-macam tipe interaksi yang melibatkan siswa dalam
proses belajar. Berbagai kemungkinan bis terjadi sebagai berikut:
Human
|
Nonhuman
|
|||||
Student-teacher
|
Student-student
|
Other
|
Student-tools
|
Student-information
|
Student-environment/manipulatives
|
Other
|
6.
Fasilitas Pendukung Belajar
Fasilitas pendukung belajar diperlukan siswa
untuk tumbuh dan berkembang. Pendukung ini ada dua macam: pendukungkognitif dan
pendkung emosional. Pendukung kognitif terdiri atas elemen-elemen yang memberi
dukungan terhadap proses siswa membangun pemahaman, dan kompetensi, di area
bidang studi. Ini bisa berbentuk bahan-bahan cetak, komputer, interaksi
manusia, akses informasi, umpnbalik, evaluasi, dsb. Sedangkan pendukung
emosional terdiri atas elemen-elemen yang mendukung sikap siswa, motivasi, dan
keyakinan diri.
Model-model pemberian dukungan untuk belajar
yang berfokus pada strategi perencanaan pesan pembelajaran, seperti pemilihan
dan pengorganisasian pesan agar bahan-bahan mudah dipelajari siswa, merupakan
bentuk cognitive support. Bagi para konstruktivis yang memaknai strategi
pembelajaran sebagai penciptaan lingkungan belajar berfokus pada elemen emosional sebaik fokus pada
elemen kognitif. Penggunaan penekanan tentang pentingnya tugas, dorongan
tingkat keyakinan, pengurutan atau penataan tingkat kesulitan tugas-tugas
merupakan strategi-strategi untuk emotional
support. Secara kognitif, guru bisa memberikan kasus-kasus yang terkait,
sumber-sumber informasi yang relevan, pengetahuan, perangkat konstruksi
pengetahuan, perangkat kolaborasi dan percakapan antar siswa. Guru juga bisa memberikan umpanbalik,
strategi-strategi berpikir, dan kasus-kasus yang terkait.
Model-model pembelajaran berbasis proyek atau
berbasis masalah (project or
problem-based learning) merupakan model-model pembelajaran yang
berorientasi pada pemberian dukungan kognitif maupun emosional.
I.
Penutup
Srategi pembelajaran sebagai suatu kegiatan
pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran
dapat dicapai secara efektif dan efisien. Pengembangan strategi pembelajaran pada dasarnya
tergantung pada tujuan belajar apa yang ingin dicapai, karakteristik bidang
studi, dan kondisi. Sejumlah poin strategi pembelajaran yang disajikan di atas
dimaksudkan menjadi pertimbangan-pertimbangan saat kita menetapkan strategi
pembelajaran untuk konteks pembelajaran tertentu, setidak-tidaknya sebagai starting point untuk memulai proses
analisis dan diskusi pengembangan strategi pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Sanjaya,
Wina. 2010. Perencanaan dan Desain Sistem
Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Trianto.
2009. Mendesain Model Pembelajaran
Inovatif-Progresif; Konsep Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana.
Wena,
Made. 2009. Srategi Pembelajaran Inovatif
Kontemporer; Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Zaini, Hisyam,
dkk. 2002. Desain Pembelajaran di
Perguruan Tinggi. Yogyakarta: CTSD IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
[1] Maksud pembelajaran
konstruksi yaitu guru harus mampu menumbuhkan kebiasaan berpikir produktif,
yang ditandai dengan menumbuhkan kemampuan berpikir dan belajar yang teratur
secara mandiri, menumbuhkan sikap kritis dalam berpikir, dan menumbuhkan sikap
kreatif dalam berpikir dan belajar. Lihat Made Wena, Srategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer; Suatu Tinjauan Konseptual
Operasional, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), hal. 139.
[2] Belajar di sini,
diartikan sebagai perubahan pada individu yang terjadi melalui pengalaman, dan
bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tumbuhnya atau karakteristik
seseorang sejak lahir. Lihat Trianto, Mendesain
Model Pembelajaran Inovatif-Progresif; Konsep Landasan, dan Implementasinya
pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana, 2009),
hal. 16.
[3] Pada dunia perkuliahan,
salah satu tuga guru (dosen) ketika mempersiapkan perkuliahan adalah memikirkan
bagaimana agar mahasiswa dapat memproses informasi yang disampaikan dan
bagaiamana agar proses dosen dapat mengaitkan informasi (isi) dengan
pengetahuan yang sebelumnya dimiliki mahasiswa. Lihat Hisyam Zaini, dkk, Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi, (Yogyakarta:
CTSD IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2002), hal. 130.
[4] Suatu desain muncul
karena kebutuhan manusia untuk memecahkan persoalan. Melalui suatu desain orang
bisa melakukan langkah-langkah yang sistematis untuk memecahkan suatu persoalan
yang dihadapi. Dengan demikian suatu desain pada dasarnya adalah suatu proses
yang bersifat linear yang diwali dari pentuan kebutuhan, kemudian mengambangkan
rancangan untuk merespons kebutuhan tersebut, selanjutnya rencangan tersebut
diujicobakan dan akhirnya dilakukan proses evaluasi untuk menentukan hasil
tentang efektivitas desain yang disusun. Lihat Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta:
Kencana, 2010), hal. 65.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar