MAKALAH
“SEJARAH
FILSAFAT MASA PERTENGAHAN”
Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah :
Filsafat Umum
Dosen
Pengampu : Dr. Imam Machali, M.Pd
Disusun oleh :
ABDUL MUIS
(11470019)
JURUSAN
KEPENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Sejarah filsafat Abad Pertengahan dimulai kira-kira pada
abad ke-5 sampai awal abad ke-17. Para sejarawan umumnya menentukan tahun 476,
yakni masa berakhirnya Kerajaan Romawi Barat yang berpusat di kota Roma dan
munculnya Kerajaan Romawi Timur yang kelak berpusat di Konstantinopel (sekarang
Istambul), sebagai data awal zaman Abad Pertengahan dan tahun 1492 (penemuan
benua Amerika oleh Columbus) sebagai data akhirnya.
Masa ini diawali dengan lahirnya filsafat Eropa. Sebagaimana
halnya dengan filsafat Yunani yang dipengaruhi oleh kepercayaan, maka filsafat
atau pemikiran pada Abad Pertengahan pun dipengaruhi oleh kepercayaan Kristen.
Artinya, pemikiran filsafat Abad Pertengahan didominasi oleh agama. Pemecahan
semua persoalan selalu didasarkan atas dogma agama, sehingga corak pemikiran
kefilsafatannya bersifat teosentris.
Tuhan mencipta alam semesta serta waktu dari keabadian,
gagasan penciptaan tidak bertentangan dengan alam abadi. Kitab suci mengajarkan
bahwa alam semesta berawal mula, tetapi filsafat tidak membuktikan hal itu,
seperti halnya filsafat juga tidak dapat membuktikan bahwa alam semesta tidak
berawal mula.
Adapun istilah Abad Pertengahan sendiri (yang baru
muncul pada abad ke-17) sesungguhnya hanya berfungsi membantu kita untuk
memahami zaman ini sebagai zaman peralihan (masa transisi) atau zaman tengah
antara dua zaman penting sesudah dan sebelumnya, yakni Zaman Kuno (Yunani dan
Romawi) dan Zaman Modern yang diawali dengan masa Renaissans pada abad ke-17.
Dengan demikian, bentangan waktu seribu tahun sejarah
filsafat Barat Kuno (Yunani dan Romawi) yang sudah kita bahas dilanjutkan
dengan masa seribu tahun sejarah filsafat Abad Pertengahan yang akan kita bahas
dalam makalah kami ini.
Periode abad pertengahan mempunyai perbedaan yang mencolok
dengan abad sebelumnya. Perbedaan ini terletak pada dominasi agama. Timbulnya
agama kristen pada permulaan abad masehi membawa perubahan besar terhadap
kepercayaan agama. Zaman pertengahan adalah zaman keemasan bagi kekristenan.
Disinalah yang menjadi persoalan nya, karena agama kristen itu mengajarkan
bahwa wahyu tuhanlah yang merupakan kebenaran sejati. Hal ini berbeda dengan
pandangan yunani kuno mengatakan bahwa kebanaran dapat dicapai oleh kemampuan
akal.
BAB II
PEMBAHASAN
1. MASA PATRISTIK
Istilah patristik
berasal dari kata Latin “pater” yang berarti bapa; para pemimpin gereja. Para
pemimpin gereja ini dipilih dari golongan atas atau golongan ahli pikir. Dari
golongan ahli pikir tersebut menimbulkan sikap yang beragam pemikirannya. Ada
yang menolak sama sekali filsafat Yunani, karena dipandang sebagai hasil
pemikiran manusia, yang setelah ada wahyu ilahi dianggap tidak diperlukan lagi,
bahkan berbahaya bagi iman Kristen. Tetapi ada juga yang menerima filsafat
Yunani, karena perkembangan pemikiran Yunani dipandang sebagai persiapan bagi
injil. Kedua macam sikap ini berkelanjutan di zaman pertengahan.[1]
Perbedaan
pendapat tersebut berkelanjutan, sehingga orang-orang yang menerima filsafat
Yunani menuduh bahwa mereka (orang-orang Kristen yang menolak filsafat Yunani)
itu munafik. Kemudian, orang-orang yang dituduh munafik tersebut menyangkal,
bahwa tuduhan tersebut dianggap fitnah dan pembelaan dari orang-orang yang
menolak filsafat Yunani mengatakan bahwa dirinyalah yang benar-benar hidup
sejalan dengan Tuhan.
Akibatnya
muncul upaya untuk membela agama Kristen, yaitu para apologis (pembela iman
Kristen) dengan kesadarannya membela iman Kristen dari serangan filsafat
Yunani. Para pembela iman Kristen, yakni:[2]
Patristik timur: Justinus Martir, Irenaeus, Klemens,
Origenes, Gregorius Nissa.
Patristik barat : Tertullianus, Dionisios
Arepagos, Aurelius Augustinus.
A. Patristik Timur
1. Justinus Martir
Justinus Martir dari Sikhem di Palestina, Nama
aslinya Justinus, kemudian nama Martir diambil dari istilah “orang-orang yang
rela mati hanya untuk kepercayaannya.”
Ia menulis surat pembelaan kepada kaisar
Antonius Pius dan menulis dialog dengan orang Yahudi yang bernama Tryphon, dan
Tatianus dari Asur, murid Justinus, yang menulis Diatessaron, semacam
harmonisasi Injil.
Menurut pendapatnya, agama Kristen bukan agama
baru, karena Kristen lebih tua dari filsafat Yunani dan Nabi Musa dianggap
sebagai awal kedatangan Kristen. padahal Musa hidupnya sebelum Socrates dan
Plato. Selanjutnya dikatakan, bahwa filsafat Yunani itu mengambil dari kitab
Yahudi. Pandangan ini didasarkan bahwa Kritus adalah logos. Dalam mengembangkan
aspek logosnya ini orang-orang yunani kurang memahami apa yang terkandung dan
memancar dari logosnya, yaitu pencerahan. Sehingga ornag-orang Yunani dapat dikatakan
menyimpang dari ajaran murni. Mereka menyimpang karena orang-orang Yunani
terpengaruh oleh demon atau setan. Demon atau setan tersebut dapat mengubah
pengetahuan yang benar kemnudian dipalsukan. Jadi, agama Kristen lebih bermutu
dibanding dengan filsafat Yunani. Demikian pembelaan Justinus Martir.[3]
2. Ireanaeus
Ia menentang gnostik dengan alasan-alasan yang
dialektis dan dengan pembuktian dari Kitab Suci. Uraian para ahli gnostik
banyak yang bertentangan dengan dirinya sendiri, atau jika dipirkan lebih
lanjut sampai kepada hal-hal yang tidak mungkin. [4]
3. Klemens
Klemens berasal dari Aleksandria, termasuk
aliran yang disebut mashab Aleksandria.[5]
Pada waktu itu Aleksandria menjadi pusat internasional. Di sana kebudayaan
berkembang sehingga timbullah hidup filsafat yang girang.
Nilai filsafat Kristen Aleksandria pada waktu
itu adalah kesatuan agama Yahudi dan agama Kristen dipertahankan. Ia juga
termasuk pembela Kristen, akan tetapi filsafat Yunani dijunjung tinggi,
terlebih-lebih filsafat Plato dihargai sekali. Hal ini disebabkan karena
filsafat mempunyai fungsi rangkap, yaitu :[6]
a. Filsafat dapat mempersiapkan
orang untuk percaya kepada injil, bagi orang yang bukan Kristen. sebab bagi
orang yang bukan Kristen filsafat mempunyai arti yang sama seperti arti hukum
Taurat bagi orang Yahudi. Menurut ia, sebagian besar dari hikmat filsafati
diturunkan dari Kitab Suci.
b. Bagi orang Kristen filsafat
juga penting, karena filsafat dapat dipakai untuk membela iman kristen dan
untuk memikirkan iman Kristen secara mendalam.
Pokok-pokok pemikirannya sebagai berikut :[7]
®
Memberikan batasan-batasan terhadap ajaran Kristen untuk
mempertahankan diri dari otoritas filsafat Yunani.
®
Memerangi ajaran yang anti terhadap Kristen dengan menggunakan
filsafat Yunani.
®
Bagi orang Kristen, filsafat dapat dipakai untuk membela iman
Kristen dan memikirkan secara mendalam.
4. Origenes
Origenes merupakan tokoh lain dari mashab
Aleksandria. Ia adalah orang pertama yang memberikan suatu uraian sistematis
tentang teologia. Persoalan penting yang diperbincangkan pada waktu itu ialah
bagaimana hubungan iman dan pengetahuan. Menurut aliran Gnostik iman harus
dinaikan menjadi pengetahan (gnosis), sehingga iman tidak diperlukan lagi.
Menurut Klemens, iman adalah awal pengetahuan, yang harus berkembang menjadi
pengetahuan, tetapi pengetahuan tidak meniadakan iman. Dalam ajaran Klemens,
iman tidak mempunyai tempat yang pusat. Sedangkan Origenes mengajarkan, bahwa
iman kurang berguna bagi orang yang telah “berpengetahuan”, artinya orang yang
telah memiliki pemahaman yang mendalam. Sebab iman hanya perlu bagi orang-orang
yang sederhana, orang yang tidak dapat mengerti
isi kitab suci secara rohani.
Menurut Origenes Kitab suci
mempunyai 3 macam arti, yaitu :[8]
a. Arti yang harafiah atau yang
somatis, yang historis, yang berlaku bagi orang yang sederhana.
b. Arti yang etis atau psikis,
seperti yang diuraikan di dalam khotbah, yang diperuntukkan bagi orang yang
psikis.
c. Arti yang pneumatis atau
rohani, yang lebih mendalam, yang diperoleh dengan tafsiran alegoris atau
kiasan, yang diperuntukan bagi para teolog dan para filsuf. Kitab suci harus
ditafsirkan dengan cara demikian, karena manusia terdiri dari tubuh (soma),
jiwa (psukhe) dan roh (pneuma).
Origenes
mengajarkan, bahwa pada akhirnya semua makhluk, yang baik maupun yang jahat,
akan selamat. Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Origenes
dipengaruhi oleh dualisme Plato, mengenai jiwa dan tubuh, dan mengenai jiwa
dalam hidup yang lain.
Mashab
Aleksandria kemudian melahirkan tokoh-tokoh yang penting dan besar pengaruhnya di
dalam kehidupan gereja pada waktu itu, yaitu Basilius yang Agung, Gregorius
dari Nyssa dan Gregorius Nazianze (abad ke-4).[9]
5. Gregorius Nazianze
Ia
menyebarkan lebih lanjut ajaran, bahwa akal manusia pada dirinya sendiri dapat
mengenal Allah. Dengan menpelajari hasil penciptaan Allah, manusia dengan
akalnya dapat mengetahui bahwa Allah ada, sekalipun hakekat atau zatNya tetap
tersembunyi bagi manusia.
6. Basilius yang Agung
Ia
menjabarkan lebih lanjut tentang pengertian “penciptaan”. Hanya Allahlah yang
tanpa awal, sedangkan dunia berawal. Awal dunia adalah juga awal waktu. Dunia
dan waktu berhubungan secara timbal-balik. Ketika Allah mulai menciptakan,
dimulaikanlah juga waktu. Akan tetapi perbuatan Allah dalam menciptakan tidak
dikuasai waktu. Perbuatan menciptakan itu sendiri terjadi di luar waktu.
7. Gregorius dari Nyssa
Ia adalah
bapa gereja yang mempunyai jiwa filsafat yang paling menonjol. Jalan pikirannya
menunjukan kaitan dengan gagasan Origenes, akan tetapi ia mencoba menjaga,
supaya kebenaran Kristiani tidak dikorbankan demi pemikiran Platonis.
Ia
menjabarkan perbedaan antara iman dan pengetahuan. Menurut Gregorius sumber dan
isi iman berbeda dengan sumber dan isi pengetahuan. Kepastian iman tidak dapat
dijelaskan dengan akal, karena hakekatnya lebih tinggi dibanding dengan
kepastian pengetahuan dengan akal. Dengan iman orang menerima
kebenaran-kebenaran yang diwahyukan Allah. Sedangkan pengetahuan dapat dipakai
untuk memperindah rahasia kebenaran-kebenaran ilahi dengan kekayaan akal, dapat
dipakai untuk memberi kepastian terhadap adanya Allah yang menjadi dasar iman.
Sama
dengan Gregorius Nazianze, ia mengajarkan bahwa akal dapat mengenal Allah dengan
mempelajari hasil penciptaan. Akan tetapi pengetahuan ini tidak menyelamatkan.
Orang diselamatkan karena kasih karunia semata-mata. Untuk itu diperlukan iman.
Puncak pengetahuan tentang Allah ialah “memandang Allah sendiri”.
B. Patristik Barat
Sama halnya dengan masa patristik timur, sejak
awal ada dua macam sikap terhadap filsafat, yaitu aliran yang menolak filsafat
dan yang menerimannya. Di sini akan dibicarakan tokoh-tokoh yang penting saja.
1. Tertullianus (160-222)
Ia dilahirkan bukan dari keluarga Kristen,
tetapi setelah melaksanakan pertobatan ia gigih membela Kristen dengan fanatic.
Ia menolak kehadiran filsafat Yunani, karena filsafat dianggap sesuatu yang
tidak perlu. Ia berpendapat, bahwa wahyu Tuhan sudahlah cukup, dan tidak ada
hubungan antara teologi dengan filsafat. Tidak ada hubungan antara Yerussalem
(pusat agama) dengan Yunani (pusat filsafat), tidak ada hubungan antara gereja
dengan akademi, tidak ada hubungan antara Kristen dengan penemuan baru.
Akan tetapi lama kelamaan, ia akhirnya menerima juga filsafat
Yunani sebagai cara berfikir yang rasional diperlukan sekali. Pada saat itu,
karena pemikiran filsafat yang diharapkan tidak dibakukan. Saat itu filsafat
hanya mengajarkan pemikiran-pemikiran ahli fikir Yunani saja. Sehingga,
akhirnya ia melihat filsafat hanya dimensi praktisnya saja dan ia menerima
filasafat sebagai cara atau metode berfikir untuk memikirkan kebenaran
keberadaan Tuhan beserta sifat-sifatnya.
2.
Aurelius Augustinus (354-430)
Aurelius
Augustinus dilahirkan di Thagaste, di Numedia. Ayahnya adalah seorang bukan
Kristen, tetapi ibunya adalah orang Kristen yang fanatik. Ialah orang yang
telah berhasil membentuk “filsafat Kristen” yang besar pengaruhnya pada abad
pertengahan, sehingga ia dijuluki sebagai guru besar skolastik yang sejati. Ia
seorang tokoh besar di bidang teologi dan filsafat.
Ia
menentang aliran skeptisisme karena adanya pertentangan batiniah. Orang dapat
meragukan segalanya, akan tetapi orang tidak dapat meragukan bahwa ia
ragu-ragu. Seseorang yang ragu-ragu sebenarnya ia berfikir dan seseorang yang
berfikir sesungguhnya ia berada (eksis).
Pangkal
pemikiran augustinus bersifat toelogis dan filsafati. Tidak dapat disangkal,
bahwa ada pengaruh dari Neoplatonisme. Ada gagasan-gagasan Plotinus yang dengan sadar diambil alih,
karena dianggap cocok dengan gagasan Kitab Suci, ada yang diubah isinya,
disesuaikan dengan Kitab suci. Sumber segala kebenaran baginya adalah Kitab
Suci. Oleh karena itu akal manusia harus ditaklukkan kepada Kitab suci.
Augustinus
adalah seorang tokoh yang besar, yang berhasil menguasai pemikiran Eropa lebih
dari 10 abad. Sekalipun Skolatik secara metodis menyimpang dari augustinus,
namun dalam pokoknya banyak mengambil alih pikiran-pikiran Augustinus.
3.
Dionisios
Dionisios dari Areopagos, menurut ceritanya, adalah Dionisios
yang bertobat karena pemberitaan rasul Paulus di Areopagos (Kisah Para Rasul
17:34). Akan tetapi mungkin nama ini hanya nama samaran saja. Maka karya ini
terkenal dengan sebutan Pseudo Dionysios Areopagita. Karya ini dikenal pada
abad ke-6.
Menurut
dia, allah adalah asal segala yang ada, yang keadaanNya transenden secara
mutlak, sehingga tidak mugkin memikirkan tentang Dia dengan cara yang benar,
dan memberikan kepadaNya nama yang tepat. Hal ini disebabkan karena Ia mengatasi
segala yang ada, segala yang dapat dipikirkan orang.
Dionisios
menekankan kepada kehendak bebas manusia. Ia menolak ajaran tentang perpindahan
jiwa, dan penyamaan antara tubuh dan dosa. Tubuh pada dirinya bukanlah dosa.
Kejahatan ada, dimana tiada kebaikan.
2.
Masa
Skolastik
Istilah skolastik adalah kata sifat yang berasal dari kata school,
yang berarti sekolah. Jadi skolastik berarti aliran atau yang berkaitan dengan
sekolah. Perkataan skolastik merupakan corak khas dari sejarah filsafat abad
pertengahan.
Terdapat
beberapa pengertian dari corak khas skolastik, yaitu:[10]
a. Filsafat skolastik adalah
filsafat yang mempunyai corak semata-mata agama. Karena skolastik ini sebagai
bagian dari kebudayaan abad pertengahan yang religius.
b. Filsafat skolastik adalah
filsafat yang mengabdi kepada teologi, atau filsafat yang rasional memecahkan
persoalan-persoalan mengenai berfikir, sifat ada, kejasmanian, kerohania, baik
buruk. Dari rumusan tersebut kemudian muncul istilah: skolastik Yahudi,
skolastik Arab, dan lain-lain.
c. Filsafat skolastik adalah
suatu sistem filsafat yang termasuk jajaran pengetahuan alam kodrat, akan
dimasukkan ke dalam bentuk sintesa yang lebih tinggi antara kepercayaan dan
akal.
d. Filsafat skolastik adalah
filsafat Nasrani, karena banyak dipengaruhi oleh ajaran gereja.
Filsafat skolastik ini dapat berkembang dan tumbuh karena beberapa
faktor, yaitu:
1. Faktor religius
Faktor
religius dapat mempengaruhi corak pemikiran filsafatnya. Yang dimaksud dengan
faktor religius adalah keadaan lingkungan saat itu yang berperikehidupan religius.
Mereka beranggapan bahwa hidup didunia ini suatu perjalanan ke tanah suci
Yerussalem. Dunia ini bagaikan negeri asing, dan sebagai tempat pembuangan
limbah air mata saja (tempat kesedihan). Sebagai dunia yang menjadi tanah
airnya adalah surga. Manusia tidak dapat sampai ketanah airnya (surga) dengan
kemampuannya sendiri, sehingga harus ditolong. Karena manusia itu menurut sifat
kodratnya mempunyai celaatu kelemahan yang dilakukan (diwariska) oleh Adam.
Mereka juga berkeyakinan bahwa Isa anak tuhan berperan sebagai pembebas dan
pemberi bahagia. Ia akan memberi pengampunan sekaligus menolongnya. Maka hanya
dengan jalan pengampunan inilah manusi dapat tertolong agar dapat mencapai
tanah airnya (surga). Anggapan dan keyakinan inilah yang dijadikan dasar
pemikiran filsafatnya.
2. Faktor ilmu pengetahuan
Pada
saat itu telah banyak didirikan lembaga pengajaran yang diupayakan oleh
biara-biara, gereja ataupun dari keluarga istana, dan kepustakaannya diambil
dari para penulis latin, Arab (islam) dan Yunani.
Masa skolastik terbagi menjadi tiga periode, yaitu:
1. Skolastik Awal
Sejak
abad ke 5 hingga 8 masehi, pemikiran filsafat patristik mulai merosot, terlebih
lagi pada abad ke 6 dan 7 dikatakan abad kacau. Hal ini disebabkan karena pada
saat itu terjadi serangan terhadap romawi, sehinga kerajaan romawi beserta
peradabannya ikut runtuh yang telah dibangun selama berabad-abad. Baru pada
abad ke-8 masehi, kekuasaan berada dibawah Karel agung (742-814) baru dapat
memberikan suasana ketenangan dalam bidang politik, kebudayaan dan ilmu
pengetahuan, termasuk kehidupan manusia serta pemikiran filsafat yang
kesemuanya menampakkan mulai adanya kebangkitan. Kebangkitan inilah merupakan
kecemerlangan abad pertengahan, dimana arah pemikirannya berbeda sekali dengan
sebelumnya.
Pada
saat inilah merupakan zaman baru bagi bangsa Eropa yang ditandai dengan
skolastik yang di dalamnya banyak diupaykan ilmu pengetahun yang dikembangkan
di sekolah-sekolah. Pada mulanya skolastik ini timbul pertama kalinya di Biara
Italia Selatan dan akhirnya sampai berpengaruh ke Jerman dan Belanda.
Kurikulum pengajarannya
meliputi study duniawi atau artes liberals meliputi: tata bahasa, retorika,
dialektika (seni berdiskusi), ilmu hitung, ilmu ukur, ilmu perbintangan dan
musik.
Tokoh-tokok
masa skolastik awal, yaitu:
1. Johanes scotus Eriugena (sekitar 810-870)
Johanes
scotus Eriugena berasal dari Irlandia, ia adalah seseorang yang ajaib sekali.
Ia menguasai bahasa Yunani dengan amat baik pada suatu zaman yang orang banyak
hampir tidak mengenal bahasa itu. Ia juga berhasil menyusun suatu sistem
filsafat yang teratur serta mendalam pada suatu zaman ketika orang masih
berfikir hanya dengan mengumpulkan pendapat-pendapat orang lain saja. Sekalipun
demikian ia masih juga dipengaruhi oleh tokoh-tokoh lain, yaitu Augustinus dan
Dionisios dari Areopagos.
Pemikiran
filsafatnya berdasarkan keyakinan kristiani. Oleh karena itu segala
penelitiannya dimulai dari iman, sedang wahyu Ilahi dipandang sebagai sumber
bahan-bahan filsafatnya. Menurut dia, akal bertugas mengungkapkan arti yang
sebenarnya dari bahan-bahan filsafat yang digalihnya dari wahyu Ilahi itu. Hal
ini disebabkan karena, menurut dia, wahyu Ilahi, karena kelemahan kita,
dituangkan dalam bentuk simbul-simbul. Sekalipun simbul-simbul itu telah
disesuaikan dengan akal kita, namun realitas atau isi simbul-simbul itu
diungkapkan secara kurang sempurna. Umpamanya: di dalam kitab suci terdapat
arti yang bermacam-macam dari suatu simbul. Hal ini dimaksud supaya akal
didorong mencari arti benar. Akibat pandangan ini adalah, bahwa arti yang benar
itu dikemukakan oleh Johanes dengan jalan penafsiran allegoris atau kiasan.
2. Anselmus (sekitar 1033-1109)
Anselmus dilahirkan di Aosta, Piemont, yang
kemudian menjadi uskup di Canterbury. Dapat dikatakan bahwa ia adalah
sekolastikus pertama dalam arti yang sebenarnya. Diantara karya-karyanya yang
penting adalah “Cur deus homo” (mengapa Allah menjadi manusia), monologion,
proslogion, dan lain-lain.
Pemikiran Anselmus sama dengan Augustinus dan
Johanes Scotus Eriugina yaitu, bahwa kebenaran-kebenaran yang dilahirkan harus
dipercaya terlebih dahulu, sebab akal tidak memiliki kekuatan pada dirinya
sendiri, guna menyelidiki kebenaran-kebenaran yang termasuk wahyu. Iman adalah
bebas merdeka, tidak memerlukan dasar-dasar akali. Dari iman orang naik sampai
kepada pengetahuan, yaitu pengetahuan yang dilengkapi pembuktian.
3. Abelardus (sekitar 1079-1142)
Abelardus
dilahirkan di Le Palet (dekat Nantes), di Perancis. Pandangannya tajam sekali,
akan tetapi karena kekerasan wataknya sering ia dibentrokkan dengan para ahli
pikir lainnya dan dengan para pejabat gerejani. Jasa-jasanya terletak dalam
pembaharuan metode pemikiran dan dalam memikirkan lebih lanjut
persoalan-persoalan dialegtis yang aktual.
Metode
yang dipakai adalah rasionalistis, yang menunjukkan iman kepada akal. Yang
wajib dipercaya ialah apa yang telah disetujui akal dan telah diterima olehnya.
Abelardus mengatakan bahwa berfikir itu diluar iman (diluar kepercayaan).
Karena itu berfikir merupakan sesuatu yang berdiri sendiri.
2. Skolastik puncak
Telah
dikemukakan bahwa abad ke-12 adalah abad pertumbuhan yang cepat dari abad
pertengahan. Dalam abad ini ilmu pengetahuan berkembang sedemikian rupa hingga
timbul harapan-harapan baru bagi masa depan yang cerah. Masa ini juga disebut
masa berbunga, karena pada masa itu ditandai dengan munculnya
universitas-universitas dan ordo.
Terdapat
beberapa faktor mengapa masa skolastik mencapai pada puncaknya,yaitu :[11]
a. Adanya pengaruh Aristoteles,
Ibnu Rusyid, Ibnu Sina, sejak abad ke-12, sehingga sampai abad ke-13 telah
tumbuh menjadi ilmu pengetahuan yang luas.
b. Tahun 1200 didirikan Universitas
Almamater di Perancis. Universitas ini merupakan gabungan dari beberapa
sekolah. Almamater inilah sebagai awal (embrio) berdirinya : Universitas di
Paris, di Oxford, di Mont Pellier, di Cambridge, dan lain-lainnya.
c. Berdiri ordo-ordo. Ordo
inilah yang muncul karena banyaknya perhatian orang terhadap ilmu pengetahuan,
sehingga menimbulkan dorongan yang kuat untuk memberikan suasana yang semarak
pada adab ke-13.
Upaya pengkristenisasian ajaran aristoteles
Telah dikemukakan bahwa sampai abad ke-12
filsafat Aristoteles kurang dikenal di Eropa barat. Keadaan berubah sejak
pertengahan abad ke-12. Sebab sejak itu karya-karya Aristoteles yang dahulu
belum dikenal menjadi dikenal. Pengaruh penemuan Aristoteles begitu banyak
hingga semua pemikir abad ke-13 dipengaruhi oleh Aristoteles.
Para pemikir yang dikuasai oleh unsur ajaran Aristoteles, meliputi:
1. Albertus Magnus
Albertus dikenal sebagai cendekiawan abad
pertengahan. Ia lahir dengan nama Albert von Bolistadt yang juga dikenal
sebagai “doctor universalis” dan “doctor magnus”, kemudian bernama Albertus
magnus (albert the great). Ia mempunyai kepandaian luar biasa. Di Universitas
Padua ia belajar artes liberals, ilmu-ilmu pengetahuan alam, kedokteran,
filsafat Aristoteles, belajar teologi di Bulogna dan masuk ordo Dimican tahun
1223 kemudian masuk ke Klon menjadi dosen filsafat dan teologi.
2. Thomas Aquinas
Nama sebenarnya adalah Santo Thomas Aquinas,
yang artinya Thomas yang suci dari Aquinas. Disamping sebagai ahli pikir ia
juga sebagai dokter gereja bangsa Italia. Ia lahir di Rocca secca, Napoli,
Italia. Sebagai tokoh terbesar skolastisisme, salah seorang tokoh suci gereja
katolik Romawi dan pendiri aliran yang dinyatakan menjadi filsafat resmi gereja katolik.
Thomas Aquinas berusaha untuk membuktikan,
bahwa imam kristen secara penuh dapat dibenarkan dengan pemikiran logis. Ia
telah menerima pemikiran Aristoteles sebagai otoritas tertinggi tentang
pemikirannya yang logis. Menurutnya, semua kebenaran asalnya dari Tuhan. Tidak
ada kontradiksi antara pemikiran dengan iman. Semua kebenaran mulai timbul
secara ketuhanan, walaupun iman diungkap lewat beberapa kebenaran yang berada
diluar kekuatan pikir.
Thomas telah menafsirkan pandangan bahwa Tuhan
sebagai Tukang Boyong yang tidak berubah dan tidak berhubungan dengan atau
tidak mempunyai pengetahuan tentang kejahatan-kejahatan didunia, tetapi zat dan
pemikirannya tetap abadi.
Thomas juga mengatakan, bahwa iman lebih tinggi
dan berada di luar pemikiran yang berkenaan dengan sifat Tuhan dan alam
semesta. Timbulnya pokok persoalan yang aktual dan praktis dari gagasannya
adalah “pemikirannya dan kepercayaan telah menemukan kebenaran mutlak yang
harus diterima oleh orang-orang lain”. Pandangan inilah yang menjadi perlawanan
kaum Protestan, karena sikapnya yang otoriter.[12]
Thomas sendiri menyadari bahwa tidak dapat
menghilangkan unsur-unsur Aristoteles. Bahkan ia menggunakan ajaran Aristoteles,
tetapi sistem pemikirannya berbeda. Kemudian Thomas mengadakan langkah-langkah,
yaitu:
a. Thomas menyuruh teman
sealiran Willem Van Moerbeke untuk membuat terjemahan baru yang langsung dari
Yunani.
b. Pengkristenan ajaran Aristoteles
dari dalam.
c. Ajaran Aristoteles yang telah
dikristenisasikan dipakai untuk membuat sintesa yang lebih bercorak ilmiah
(sintesa deduktif antara iman dan akal). Sistem barunya itu untuk menyusun
summa Theologiae.
3. Skolastik Akhir
Perkembangan skolastik yang paling memuncak
dicapai pada pertengahan kedua abad ke-13 dan perempatan pertama abad ke-14.
Pada abad ke-14 semakin lama timbullah rasa jemu terhadap segala macam
pemikiran filsafat yang menjadi kiblatnya, sehingga memperlihatkan stagnasi
(keadaan berhenti).
Tokoh-tokoh skolastik akhir yaitu:
1. William Ockham (1285-1349)
William Ockham sebagai ahli piker Inggris yang
beraliran skolastik. Karena ia terlibat dalam pertengkaran umum dengan Paus
lohn XXII. Menurutnya yang nyata hanyalah hal-hal yang tunggal (individual)
dalam kenyataan. Pengertian umum atau pengertian jenis (universalia) tidak
memiliki eksistensi, sebab hanya yang tunggal itulah yang bereksistensi.
Berdasarkan pandangan yang demikian itu pengetahuan juga hanya dikaitkan dengan
hal-hal tunggal saja.
Menurut William, bahwa hakekat jiwa ada pada
kehendaknya. Hal ini juga berlaku pada Allah. Maka kehendak Allah yang
menetapkan penciptaannya dan pengaturannya. Segala perintah hukum Suci
ditentukan oleh kehendak Allah, Seandainya Allah menghendaki, Ia dapat menuntut
hal-hal yang berbeda sekali dengan yang hingga kini dituntut. Sesuatu adalah
baik, karena Allah menghendaki.
2. Nicolas Cusasus (1401-1464)
Nicolas Cusasus dilahirkan di Keus, dekat
Trier. Mendapat pendidikan di Deventer, Heidelberg, Padua dan Koln. Karyanya
yang pokok adalah De docta agnorantia (ketidak tahuan yang tahu). Ia sebagai
tokoh pemikir yang paling akhir masa skolastik. Menurut pendapatnya, terdapat
tiga cara untuk mengenal, yaitu: indera, akal dan intuisi. Pengenalan indera kita
akan mendapatkan pengetahuan benda-benda berjasad yang sifatnya tidak sempurna.
Dengan akal kita akan mendapat bentuk-bentuk pengertian yang abstrak berdasar
pada sajian dan tangkapan indera. Dengan intuasi, kita akan mendapat
pengetahuan yang lebih tinggi, hanya dengan ini kita akan dapat mempersatukan
apa yang oleh akan tidak dapat disatukan.
Pemikiran Nicolaus ini sebagai upaya
mempersatukan seluruh pemikiran abad pertengahan, yang dibuat ke masa depan dan
pemikirannya ini tersirat suatu pemikiran para humanis.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari penjelasan tersebut dapat kita
simpulkan bahwa pemikiran filsafat abad pertengahan didominasi oleh agama.
Pemecahan semua persoalan selalu didasarkan atas dogma agama, sehingga corak pemikiran
kefilsafatannya bersifat teosentris. Sedangkan ciri-ciri filsafat barat abad
pertengahan, adalah:
Ø
Cara berfilsafatnya dipimpin
gereja.
Ø
Berfilsafat di dalam lingkungan
ajaran Aristoteles.
Ø
Berfilsafat dengan pertolongan
Augustinus dan lain-lain.
Masa ini penuh dengan dominasi gereja, yang tujuannya untuk
membimbing umat ke arah hidup yang saleh. Tetapi di sisi lain, dominasi gereja
ini tanpa memikirkan martabat dan kebebasan manusia yang mempunyai perasaan,
pikiran, keinginan dan cita-cita unutk menentukan masa depan.
DAFTAR PUSTAKA
Hadiwijono,
Harun. (2001). Sari Sejarah Filsafat Barat 1. Yogyakarta: Kanisius
Muzairi.
(2009). Filsafat Umum. Yogyakarta: Teras
Bertens,
K. (2006). Ringkasan Sejarah Filsafat. Cet. XXIII. Yogyakarta: Kanisius
Poedjawijatna, I.R. (2002). Pembimbing
ke Arah Alam Filsafat. Cet. XI. Jakarta: Rineka Cipta
Delfgaauw, Bernard. (2001). Filsafat
Abad 20. Terjemahan Soejono Soemargono. Cet. II. Yogyakarta: Tiara Wacana
Yogya
Gahral, Donny Adian. (2006). Percik
Pemikiran Kontemporer: Sebuah Pengantar Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra
Titus, H. Harold. Smith, Marilyn S.
dan Nolan, Richard T. (1984). Persoalan-persoalan Filsafat. Terjemahan
Prof. Dr. H.M. Rasjidi. Cet. I. Jakarta: Bulan Bintang
Surajiyo. (2005). Ilmu Filsafat Suatu Pengantar.
Jakarta: Bumi Aksara
http://khotimhanifudinnajib.blogspot.com/2011/07/sejarah-filsafat-masa-pertengahan.html
diakses pada tanggal 22 Maret 2012, pukul 19.00
[1] Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat
Barat 1, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), hlm. 70
[2] Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat
Barat 1, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), hlm. 70-71
[3] Muzairi, Filsafat Umum, (Yogyakarta:
Teras, 2009), hlm. 88
[4] Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat
Barat 1, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), hlm. 72
[5] Mazhab Aleksandria, yang dipercaya didirikan oleh
Markus sang penginjil, dikenal dengan interpretasi Alkitab yang alegorikal,
dengan tokoh-tokoh seperti Origen dan Clement dari Alexandria.
[6] Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat
Barat 1, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), hlm. 73
[7] Muzairi, Filsafat Umum, (Yogyakarta:
Teras, 2009), hlm. 89
[8] Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat
Barat 1, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), hlm. 75
[9]Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat
Barat 1, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), hlm. 76
[10] Muzairi, Filsafat Umum, (Yogyakarta:
Teras, 2009), hlm. 91
[11] Muzairi, Filsafat Umum, (Yogyakarta:
Teras, 2009), hlm. 96
Tidak ada komentar:
Posting Komentar