Rabu, 22 Mei 2013

FILSAFAT MASA PERTENGAHAN


MAKALAH
“SEJARAH FILSAFAT MASA PERTENGAHAN”
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah :
 Filsafat Umum
Dosen Pengampu : Dr. Imam Machali, M.Pd




Disusun oleh :
ABDUL MUIS
(11470019)


JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Sejarah filsafat Abad Pertengahan dimulai kira-kira pada abad ke-5 sampai awal abad ke-17. Para sejarawan umumnya menentukan tahun 476, yakni masa berakhirnya Kerajaan Romawi Barat yang berpusat di kota Roma dan munculnya Kerajaan Romawi Timur yang kelak berpusat di Konstantinopel (sekarang Istambul), sebagai data awal zaman Abad Pertengahan dan tahun 1492 (penemuan benua Amerika oleh Columbus) sebagai data akhirnya.
Masa ini diawali dengan lahirnya filsafat Eropa. Sebagaimana halnya dengan filsafat Yunani yang dipengaruhi oleh kepercayaan, maka filsafat atau pemikiran pada Abad Pertengahan pun dipengaruhi oleh kepercayaan Kristen. Artinya, pemikiran filsafat Abad Pertengahan didominasi oleh agama. Pemecahan semua persoalan selalu didasarkan atas dogma agama, sehingga corak pemikiran kefilsafatannya bersifat teosentris.
Tuhan mencipta alam semesta serta waktu dari keabadian, gagasan penciptaan tidak bertentangan dengan alam abadi. Kitab suci mengajarkan bahwa alam semesta berawal mula, tetapi filsafat tidak membuktikan hal itu, seperti halnya filsafat juga tidak dapat membuktikan bahwa alam semesta tidak berawal mula.
 Adapun istilah Abad Pertengahan sendiri (yang baru muncul pada abad ke-17) sesungguhnya hanya berfungsi membantu kita untuk memahami zaman ini sebagai zaman peralihan (masa transisi) atau zaman tengah antara dua zaman penting sesudah dan sebelumnya, yakni Zaman Kuno (Yunani dan Romawi) dan Zaman Modern yang diawali dengan masa Renaissans pada abad ke-17.
Dengan demikian, bentangan waktu seribu tahun sejarah filsafat Barat Kuno (Yunani dan Romawi) yang sudah kita bahas dilanjutkan dengan masa seribu tahun sejarah filsafat Abad Pertengahan yang akan kita bahas dalam makalah kami ini.
Periode abad pertengahan mempunyai perbedaan yang mencolok dengan abad sebelumnya. Perbedaan ini terletak pada dominasi agama. Timbulnya agama kristen pada permulaan abad masehi membawa perubahan besar terhadap kepercayaan agama. Zaman pertengahan adalah zaman keemasan bagi kekristenan. Disinalah yang menjadi persoalan nya, karena agama kristen itu mengajarkan bahwa wahyu tuhanlah yang merupakan kebenaran sejati. Hal ini berbeda dengan pandangan yunani kuno mengatakan bahwa kebanaran dapat dicapai oleh kemampuan akal.

BAB II
PEMBAHASAN

1.    MASA PATRISTIK
Istilah patristik berasal dari kata Latin “pater” yang berarti bapa; para pemimpin gereja. Para pemimpin gereja ini dipilih dari golongan atas atau golongan ahli pikir. Dari golongan ahli pikir tersebut menimbulkan sikap yang beragam pemikirannya. Ada yang menolak sama sekali filsafat Yunani, karena dipandang sebagai hasil pemikiran manusia, yang setelah ada wahyu ilahi dianggap tidak diperlukan lagi, bahkan berbahaya bagi iman Kristen. Tetapi ada juga yang menerima filsafat Yunani, karena perkembangan pemikiran Yunani dipandang sebagai persiapan bagi injil. Kedua macam sikap ini berkelanjutan di zaman pertengahan.[1]
Perbedaan pendapat tersebut berkelanjutan, sehingga orang-orang yang menerima filsafat Yunani menuduh bahwa mereka (orang-orang Kristen yang menolak filsafat Yunani) itu munafik. Kemudian, orang-orang yang dituduh munafik tersebut menyangkal, bahwa tuduhan tersebut dianggap fitnah dan pembelaan dari orang-orang yang menolak filsafat Yunani mengatakan bahwa dirinyalah yang benar-benar hidup sejalan dengan Tuhan.
Akibatnya muncul upaya untuk membela agama Kristen, yaitu para apologis (pembela iman Kristen) dengan kesadarannya membela iman Kristen dari serangan filsafat Yunani. Para pembela iman Kristen, yakni:[2]
Patristik timur: Justinus Martir, Irenaeus, Klemens, Origenes, Gregorius Nissa.
Patristik barat : Tertullianus, Dionisios Arepagos, Aurelius Augustinus.
A.  Patristik Timur
1.    Justinus Martir
Justinus Martir dari Sikhem di Palestina, Nama aslinya Justinus, kemudian nama Martir diambil dari istilah “orang-orang yang rela mati hanya untuk kepercayaannya.”
Ia menulis surat pembelaan kepada kaisar Antonius Pius dan menulis dialog dengan orang Yahudi yang bernama Tryphon, dan Tatianus dari Asur, murid Justinus, yang menulis Diatessaron, semacam harmonisasi Injil.
Menurut pendapatnya, agama Kristen bukan agama baru, karena Kristen lebih tua dari filsafat Yunani dan Nabi Musa dianggap sebagai awal kedatangan Kristen. padahal Musa hidupnya sebelum Socrates dan Plato. Selanjutnya dikatakan, bahwa filsafat Yunani itu mengambil dari kitab Yahudi. Pandangan ini didasarkan bahwa Kritus adalah logos. Dalam mengembangkan aspek logosnya ini orang-orang yunani kurang memahami apa yang terkandung dan memancar dari logosnya, yaitu pencerahan. Sehingga ornag-orang Yunani dapat dikatakan menyimpang dari ajaran murni. Mereka menyimpang karena orang-orang Yunani terpengaruh oleh demon atau setan. Demon atau setan tersebut dapat mengubah pengetahuan yang benar kemnudian dipalsukan. Jadi, agama Kristen lebih bermutu dibanding dengan filsafat Yunani. Demikian pembelaan Justinus Martir.[3]

2.    Ireanaeus
Ia menentang gnostik dengan alasan-alasan yang dialektis dan dengan pembuktian dari Kitab Suci. Uraian para ahli gnostik banyak yang bertentangan dengan dirinya sendiri, atau jika dipirkan lebih lanjut sampai kepada hal-hal yang tidak mungkin. [4]

3.    Klemens
Klemens berasal dari Aleksandria, termasuk aliran yang disebut mashab Aleksandria.[5] Pada waktu itu Aleksandria menjadi pusat internasional. Di sana kebudayaan berkembang sehingga timbullah hidup filsafat yang girang.
Nilai filsafat Kristen Aleksandria pada waktu itu adalah kesatuan agama Yahudi dan agama Kristen dipertahankan. Ia juga termasuk pembela Kristen, akan tetapi filsafat Yunani dijunjung tinggi, terlebih-lebih filsafat Plato dihargai sekali. Hal ini disebabkan karena filsafat mempunyai fungsi rangkap, yaitu :[6]
a.       Filsafat dapat mempersiapkan orang untuk percaya kepada injil, bagi orang yang bukan Kristen. sebab bagi orang yang bukan Kristen filsafat mempunyai arti yang sama seperti arti hukum Taurat bagi orang Yahudi. Menurut ia, sebagian besar dari hikmat filsafati diturunkan dari Kitab Suci.
b.      Bagi orang Kristen filsafat juga penting, karena filsafat dapat dipakai untuk membela iman kristen dan untuk memikirkan iman Kristen secara mendalam.
Pokok-pokok pemikirannya sebagai berikut :[7]
®       Memberikan batasan-batasan terhadap ajaran Kristen untuk mempertahankan diri dari otoritas filsafat Yunani.
®       Memerangi ajaran yang anti terhadap Kristen dengan menggunakan filsafat Yunani.
®       Bagi orang Kristen, filsafat dapat dipakai untuk membela iman Kristen dan memikirkan secara mendalam.
4.    Origenes
Origenes merupakan tokoh lain dari mashab Aleksandria. Ia adalah orang pertama yang memberikan suatu uraian sistematis tentang teologia. Persoalan penting yang diperbincangkan pada waktu itu ialah bagaimana hubungan iman dan pengetahuan. Menurut aliran Gnostik iman harus dinaikan menjadi pengetahan (gnosis), sehingga iman tidak diperlukan lagi. Menurut Klemens, iman adalah awal pengetahuan, yang harus berkembang menjadi pengetahuan, tetapi pengetahuan tidak meniadakan iman. Dalam ajaran Klemens, iman tidak mempunyai tempat yang pusat. Sedangkan Origenes mengajarkan, bahwa iman kurang berguna bagi orang yang telah “berpengetahuan”, artinya orang yang telah memiliki pemahaman yang mendalam. Sebab iman hanya perlu bagi orang-orang yang sederhana, orang yang tidak dapat mengerti  isi kitab suci secara rohani.
Menurut Origenes Kitab suci mempunyai 3 macam arti, yaitu :[8]
a.       Arti yang harafiah atau yang somatis, yang historis, yang berlaku bagi orang yang sederhana.
b.      Arti yang etis atau psikis, seperti yang diuraikan di dalam khotbah, yang diperuntukkan bagi orang yang psikis.
c.       Arti yang pneumatis atau rohani, yang lebih mendalam, yang diperoleh dengan tafsiran alegoris atau kiasan, yang diperuntukan bagi para teolog dan para filsuf. Kitab suci harus ditafsirkan dengan cara demikian, karena manusia terdiri dari tubuh (soma), jiwa (psukhe) dan roh (pneuma).
Origenes mengajarkan, bahwa pada akhirnya semua makhluk, yang baik maupun yang jahat, akan selamat. Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Origenes dipengaruhi oleh dualisme Plato, mengenai jiwa dan tubuh, dan mengenai jiwa dalam  hidup yang lain.
Mashab Aleksandria kemudian melahirkan tokoh-tokoh yang penting dan besar pengaruhnya di dalam kehidupan gereja pada waktu itu, yaitu Basilius yang Agung, Gregorius dari Nyssa dan Gregorius Nazianze (abad ke-4).[9]
5.    Gregorius Nazianze
Ia menyebarkan lebih lanjut ajaran, bahwa akal manusia pada dirinya sendiri dapat mengenal Allah. Dengan menpelajari hasil penciptaan Allah, manusia dengan akalnya dapat mengetahui bahwa Allah ada, sekalipun hakekat atau zatNya tetap tersembunyi bagi manusia.
6.    Basilius yang Agung
Ia menjabarkan lebih lanjut tentang pengertian “penciptaan”. Hanya Allahlah yang tanpa awal, sedangkan dunia berawal. Awal dunia adalah juga awal waktu. Dunia dan waktu berhubungan secara timbal-balik. Ketika Allah mulai menciptakan, dimulaikanlah juga waktu. Akan tetapi perbuatan Allah dalam menciptakan tidak dikuasai waktu. Perbuatan menciptakan itu sendiri terjadi di luar waktu.
7.    Gregorius dari Nyssa
Ia adalah bapa gereja yang mempunyai jiwa filsafat yang paling menonjol. Jalan pikirannya menunjukan kaitan dengan gagasan Origenes, akan tetapi ia mencoba menjaga, supaya kebenaran Kristiani tidak dikorbankan demi pemikiran Platonis.
Ia menjabarkan perbedaan antara iman dan pengetahuan. Menurut Gregorius sumber dan isi iman berbeda dengan sumber dan isi pengetahuan. Kepastian iman tidak dapat dijelaskan dengan akal, karena hakekatnya lebih tinggi dibanding dengan kepastian pengetahuan dengan akal. Dengan iman orang menerima kebenaran-kebenaran yang diwahyukan Allah. Sedangkan pengetahuan dapat dipakai untuk memperindah rahasia kebenaran-kebenaran ilahi dengan kekayaan akal, dapat dipakai untuk memberi kepastian terhadap adanya Allah yang menjadi dasar iman.
Sama dengan Gregorius Nazianze, ia mengajarkan bahwa akal dapat mengenal Allah dengan mempelajari hasil penciptaan. Akan tetapi pengetahuan ini tidak menyelamatkan. Orang diselamatkan karena kasih karunia semata-mata. Untuk itu diperlukan iman. Puncak pengetahuan tentang Allah ialah “memandang Allah sendiri”.
B.  Patristik Barat
Sama halnya dengan masa patristik timur, sejak awal ada dua macam sikap terhadap filsafat, yaitu aliran yang menolak filsafat dan yang menerimannya. Di sini akan dibicarakan tokoh-tokoh yang penting saja.

1.    Tertullianus (160-222)
Ia dilahirkan bukan dari keluarga Kristen, tetapi setelah melaksanakan pertobatan ia gigih membela Kristen dengan fanatic. Ia menolak kehadiran filsafat Yunani, karena filsafat dianggap sesuatu yang tidak perlu. Ia berpendapat, bahwa wahyu Tuhan sudahlah cukup, dan tidak ada hubungan antara teologi dengan filsafat. Tidak ada hubungan antara Yerussalem (pusat agama) dengan Yunani (pusat filsafat), tidak ada hubungan antara gereja dengan akademi, tidak ada hubungan antara Kristen dengan penemuan baru.
Akan tetapi lama kelamaan, ia akhirnya menerima juga filsafat Yunani sebagai cara berfikir yang rasional diperlukan sekali. Pada saat itu, karena pemikiran filsafat yang diharapkan tidak dibakukan. Saat itu filsafat hanya mengajarkan pemikiran-pemikiran ahli fikir Yunani saja. Sehingga, akhirnya ia melihat filsafat hanya dimensi praktisnya saja dan ia menerima filasafat sebagai cara atau metode berfikir untuk memikirkan kebenaran keberadaan Tuhan beserta sifat-sifatnya.

2.    Aurelius Augustinus (354-430)
            Aurelius Augustinus dilahirkan di Thagaste, di Numedia. Ayahnya adalah seorang bukan Kristen, tetapi ibunya adalah orang Kristen yang fanatik. Ialah orang yang telah berhasil membentuk “filsafat Kristen” yang besar pengaruhnya pada abad pertengahan, sehingga ia dijuluki sebagai guru besar skolastik yang sejati. Ia seorang tokoh besar di bidang teologi dan filsafat.
            Ia menentang aliran skeptisisme karena adanya pertentangan batiniah. Orang dapat meragukan segalanya, akan tetapi orang tidak dapat meragukan bahwa ia ragu-ragu. Seseorang yang ragu-ragu sebenarnya ia berfikir dan seseorang yang berfikir sesungguhnya ia berada (eksis).
            Pangkal pemikiran augustinus bersifat toelogis dan filsafati. Tidak dapat disangkal, bahwa ada pengaruh dari Neoplatonisme. Ada gagasan-gagasan  Plotinus yang dengan sadar diambil alih, karena dianggap cocok dengan gagasan Kitab Suci, ada yang diubah isinya, disesuaikan dengan Kitab suci. Sumber segala kebenaran baginya adalah Kitab Suci. Oleh karena itu akal manusia harus ditaklukkan kepada Kitab suci.
            Augustinus adalah seorang tokoh yang besar, yang berhasil menguasai pemikiran Eropa lebih dari 10 abad. Sekalipun Skolatik secara metodis menyimpang dari augustinus, namun dalam pokoknya banyak mengambil alih pikiran-pikiran Augustinus.

3.    Dionisios
       Dionisios dari Areopagos, menurut ceritanya, adalah Dionisios yang bertobat karena pemberitaan rasul Paulus di Areopagos (Kisah Para Rasul 17:34). Akan tetapi mungkin nama ini hanya nama samaran saja. Maka karya ini terkenal dengan sebutan Pseudo Dionysios Areopagita. Karya ini dikenal pada abad ke-6.
            Menurut dia, allah adalah asal segala yang ada, yang keadaanNya transenden secara mutlak, sehingga tidak mugkin memikirkan tentang Dia dengan cara yang benar, dan memberikan kepadaNya nama yang tepat. Hal ini disebabkan karena Ia mengatasi segala yang ada, segala yang dapat dipikirkan orang.
            Dionisios menekankan kepada kehendak bebas manusia. Ia menolak ajaran tentang perpindahan jiwa, dan penyamaan antara tubuh dan dosa. Tubuh pada dirinya bukanlah dosa. Kejahatan ada, dimana tiada kebaikan.

2.    Masa Skolastik

Istilah skolastik adalah kata sifat yang berasal dari kata school, yang berarti sekolah. Jadi skolastik berarti aliran atau yang berkaitan dengan sekolah. Perkataan skolastik merupakan corak khas dari sejarah filsafat abad pertengahan.
Terdapat beberapa pengertian dari corak khas skolastik, yaitu:[10]
a.    Filsafat skolastik adalah filsafat yang mempunyai corak semata-mata agama. Karena skolastik ini sebagai bagian dari kebudayaan abad pertengahan yang religius.
b.    Filsafat skolastik adalah filsafat yang mengabdi kepada teologi, atau filsafat yang rasional memecahkan persoalan-persoalan mengenai berfikir, sifat ada, kejasmanian, kerohania, baik buruk. Dari rumusan tersebut kemudian muncul istilah: skolastik Yahudi, skolastik Arab, dan lain-lain.
c.    Filsafat skolastik adalah suatu sistem filsafat yang termasuk jajaran pengetahuan alam kodrat, akan dimasukkan ke dalam bentuk sintesa yang lebih tinggi antara kepercayaan dan akal.
d.   Filsafat skolastik adalah filsafat Nasrani, karena banyak dipengaruhi oleh ajaran gereja.

Filsafat skolastik ini dapat berkembang dan tumbuh karena beberapa faktor, yaitu:
1.      Faktor religius
Faktor religius dapat mempengaruhi corak pemikiran filsafatnya. Yang dimaksud dengan faktor religius adalah keadaan lingkungan saat itu yang berperikehidupan religius. Mereka beranggapan bahwa hidup didunia ini suatu perjalanan ke tanah suci Yerussalem. Dunia ini bagaikan negeri asing, dan sebagai tempat pembuangan limbah air mata saja (tempat kesedihan). Sebagai dunia yang menjadi tanah airnya adalah surga. Manusia tidak dapat sampai ketanah airnya (surga) dengan kemampuannya sendiri, sehingga harus ditolong. Karena manusia itu menurut sifat kodratnya mempunyai celaatu kelemahan yang dilakukan (diwariska) oleh Adam. Mereka juga berkeyakinan bahwa Isa anak tuhan berperan sebagai pembebas dan pemberi bahagia. Ia akan memberi pengampunan sekaligus menolongnya. Maka hanya dengan jalan pengampunan inilah manusi dapat tertolong agar dapat mencapai tanah airnya (surga). Anggapan dan keyakinan inilah yang dijadikan dasar pemikiran filsafatnya.

2.      Faktor ilmu pengetahuan
Pada saat itu telah banyak didirikan lembaga pengajaran yang diupayakan oleh biara-biara, gereja ataupun dari keluarga istana, dan kepustakaannya diambil dari para penulis latin, Arab (islam) dan Yunani.

Masa skolastik terbagi menjadi tiga periode, yaitu:
1.      Skolastik Awal
Sejak abad ke 5 hingga 8 masehi, pemikiran filsafat patristik mulai merosot, terlebih lagi pada abad ke 6 dan 7 dikatakan abad kacau. Hal ini disebabkan karena pada saat itu terjadi serangan terhadap romawi, sehinga kerajaan romawi beserta peradabannya ikut runtuh yang telah dibangun selama berabad-abad. Baru pada abad ke-8 masehi, kekuasaan berada dibawah Karel agung (742-814) baru dapat memberikan suasana ketenangan dalam bidang politik, kebudayaan dan ilmu pengetahuan, termasuk kehidupan manusia serta pemikiran filsafat yang kesemuanya menampakkan mulai adanya kebangkitan. Kebangkitan inilah merupakan kecemerlangan abad pertengahan, dimana arah pemikirannya berbeda sekali dengan sebelumnya.
Pada saat inilah merupakan zaman baru bagi bangsa Eropa yang ditandai dengan skolastik yang di dalamnya banyak diupaykan ilmu pengetahun yang dikembangkan di sekolah-sekolah. Pada mulanya skolastik ini timbul pertama kalinya di Biara Italia Selatan dan akhirnya sampai berpengaruh ke Jerman dan Belanda.
Kurikulum pengajarannya meliputi study duniawi atau artes liberals meliputi: tata bahasa, retorika, dialektika (seni berdiskusi), ilmu hitung, ilmu ukur, ilmu perbintangan dan musik.
Tokoh-tokok masa skolastik awal, yaitu:
1.      Johanes scotus Eriugena (sekitar 810-870)
Johanes scotus Eriugena berasal dari Irlandia, ia adalah seseorang yang ajaib sekali. Ia menguasai bahasa Yunani dengan amat baik pada suatu zaman yang orang banyak hampir tidak mengenal bahasa itu. Ia juga berhasil menyusun suatu sistem filsafat yang teratur serta mendalam pada suatu zaman ketika orang masih berfikir hanya dengan mengumpulkan pendapat-pendapat orang lain saja. Sekalipun demikian ia masih juga dipengaruhi oleh tokoh-tokoh lain, yaitu Augustinus dan Dionisios dari Areopagos.
Pemikiran filsafatnya berdasarkan keyakinan kristiani. Oleh karena itu segala penelitiannya dimulai dari iman, sedang wahyu Ilahi dipandang sebagai sumber bahan-bahan filsafatnya. Menurut dia, akal bertugas mengungkapkan arti yang sebenarnya dari bahan-bahan filsafat yang digalihnya dari wahyu Ilahi itu. Hal ini disebabkan karena, menurut dia, wahyu Ilahi, karena kelemahan kita, dituangkan dalam bentuk simbul-simbul. Sekalipun simbul-simbul itu telah disesuaikan dengan akal kita, namun realitas atau isi simbul-simbul itu diungkapkan secara kurang sempurna. Umpamanya: di dalam kitab suci terdapat arti yang bermacam-macam dari suatu simbul. Hal ini dimaksud supaya akal didorong mencari arti benar. Akibat pandangan ini adalah, bahwa arti yang benar itu dikemukakan oleh Johanes dengan jalan penafsiran allegoris atau kiasan.

2.      Anselmus (sekitar 1033-1109)
Anselmus dilahirkan di Aosta, Piemont, yang kemudian menjadi uskup di Canterbury. Dapat dikatakan bahwa ia adalah sekolastikus pertama dalam arti yang sebenarnya. Diantara karya-karyanya yang penting adalah “Cur deus homo” (mengapa Allah menjadi manusia), monologion, proslogion, dan lain-lain.
Pemikiran Anselmus sama dengan Augustinus dan Johanes Scotus Eriugina yaitu, bahwa kebenaran-kebenaran yang dilahirkan harus dipercaya terlebih dahulu, sebab akal tidak memiliki kekuatan pada dirinya sendiri, guna menyelidiki kebenaran-kebenaran yang termasuk wahyu. Iman adalah bebas merdeka, tidak memerlukan dasar-dasar akali. Dari iman orang naik sampai kepada pengetahuan, yaitu pengetahuan yang dilengkapi pembuktian. 

3.      Abelardus (sekitar 1079-1142)
Abelardus dilahirkan di Le Palet (dekat Nantes), di Perancis. Pandangannya tajam sekali, akan tetapi karena kekerasan wataknya sering ia dibentrokkan dengan para ahli pikir lainnya dan dengan para pejabat gerejani. Jasa-jasanya terletak dalam pembaharuan metode pemikiran dan dalam memikirkan lebih lanjut persoalan-persoalan dialegtis yang aktual.
Metode yang dipakai adalah rasionalistis, yang menunjukkan iman kepada akal. Yang wajib dipercaya ialah apa yang telah disetujui akal dan telah diterima olehnya. Abelardus mengatakan bahwa berfikir itu diluar iman (diluar kepercayaan). Karena itu berfikir merupakan sesuatu yang berdiri sendiri.
2. Skolastik puncak
Telah dikemukakan bahwa abad ke-12 adalah abad pertumbuhan yang cepat dari abad pertengahan. Dalam abad ini ilmu pengetahuan berkembang sedemikian rupa hingga timbul harapan-harapan baru bagi masa depan yang cerah. Masa ini juga disebut masa berbunga, karena pada masa itu ditandai dengan munculnya universitas-universitas dan ordo.
Terdapat beberapa faktor mengapa masa skolastik mencapai pada puncaknya,yaitu :[11]
a.       Adanya pengaruh Aristoteles, Ibnu Rusyid, Ibnu Sina, sejak abad ke-12, sehingga sampai abad ke-13 telah tumbuh menjadi ilmu pengetahuan yang luas.
b.      Tahun 1200 didirikan Universitas Almamater di Perancis. Universitas ini merupakan gabungan dari beberapa sekolah. Almamater inilah sebagai awal (embrio) berdirinya : Universitas di Paris, di Oxford, di Mont Pellier, di Cambridge, dan lain-lainnya.
c.       Berdiri ordo-ordo. Ordo inilah yang muncul karena banyaknya perhatian orang terhadap ilmu pengetahuan, sehingga menimbulkan dorongan yang kuat untuk memberikan suasana yang semarak pada adab ke-13.

Upaya pengkristenisasian ajaran aristoteles
Telah dikemukakan bahwa sampai abad ke-12 filsafat Aristoteles kurang dikenal di Eropa barat. Keadaan berubah sejak pertengahan abad ke-12. Sebab sejak itu karya-karya Aristoteles yang dahulu belum dikenal menjadi dikenal. Pengaruh penemuan Aristoteles begitu banyak hingga semua pemikir abad ke-13 dipengaruhi oleh Aristoteles.
Para pemikir yang dikuasai oleh unsur ajaran Aristoteles, meliputi:
1.      Albertus Magnus
Albertus dikenal sebagai cendekiawan abad pertengahan. Ia lahir dengan nama Albert von Bolistadt yang juga dikenal sebagai “doctor universalis” dan “doctor magnus”, kemudian bernama Albertus magnus (albert the great). Ia mempunyai kepandaian luar biasa. Di Universitas Padua ia belajar artes liberals, ilmu-ilmu pengetahuan alam, kedokteran, filsafat Aristoteles, belajar teologi di Bulogna dan masuk ordo Dimican tahun 1223 kemudian masuk ke Klon menjadi dosen filsafat dan teologi.

2.      Thomas Aquinas
Nama sebenarnya adalah Santo Thomas Aquinas, yang artinya Thomas yang suci dari Aquinas. Disamping sebagai ahli pikir ia juga sebagai dokter gereja bangsa Italia. Ia lahir di Rocca secca, Napoli, Italia. Sebagai tokoh terbesar skolastisisme, salah seorang tokoh suci gereja katolik Romawi dan pendiri aliran yang dinyatakan  menjadi filsafat resmi gereja katolik.
Thomas Aquinas berusaha untuk membuktikan, bahwa imam kristen secara penuh dapat dibenarkan dengan pemikiran logis. Ia telah menerima pemikiran Aristoteles sebagai otoritas tertinggi tentang pemikirannya yang logis. Menurutnya, semua kebenaran asalnya dari Tuhan. Tidak ada kontradiksi antara pemikiran dengan iman. Semua kebenaran mulai timbul secara ketuhanan, walaupun iman diungkap lewat beberapa kebenaran yang berada diluar kekuatan pikir.
Thomas telah menafsirkan pandangan bahwa Tuhan sebagai Tukang Boyong yang tidak berubah dan tidak berhubungan dengan atau tidak mempunyai pengetahuan tentang kejahatan-kejahatan didunia, tetapi zat dan pemikirannya tetap abadi.
Thomas juga mengatakan, bahwa iman lebih tinggi dan berada di luar pemikiran yang berkenaan dengan sifat Tuhan dan alam semesta. Timbulnya pokok persoalan yang aktual dan praktis dari gagasannya adalah “pemikirannya dan kepercayaan telah menemukan kebenaran mutlak yang harus diterima oleh orang-orang lain”. Pandangan inilah yang menjadi perlawanan kaum Protestan, karena sikapnya yang otoriter.[12]
Thomas sendiri menyadari bahwa tidak dapat menghilangkan unsur-unsur Aristoteles. Bahkan ia menggunakan ajaran Aristoteles, tetapi sistem pemikirannya berbeda. Kemudian Thomas mengadakan langkah-langkah, yaitu:
a.       Thomas menyuruh teman sealiran Willem Van Moerbeke untuk membuat terjemahan baru yang langsung dari Yunani.
b.      Pengkristenan ajaran Aristoteles dari dalam.
c.       Ajaran Aristoteles yang telah dikristenisasikan dipakai untuk membuat sintesa yang lebih bercorak ilmiah (sintesa deduktif antara iman dan akal). Sistem barunya itu untuk menyusun summa Theologiae.

3.      Skolastik Akhir
Perkembangan skolastik yang paling memuncak dicapai pada pertengahan kedua abad ke-13 dan perempatan pertama abad ke-14. Pada abad ke-14 semakin lama timbullah rasa jemu terhadap segala macam pemikiran filsafat yang menjadi kiblatnya, sehingga memperlihatkan stagnasi (keadaan berhenti).

Tokoh-tokoh skolastik akhir yaitu:
1.    William Ockham (1285-1349)
William Ockham sebagai ahli piker Inggris yang beraliran skolastik. Karena ia terlibat dalam pertengkaran umum dengan Paus lohn XXII. Menurutnya yang nyata hanyalah hal-hal yang tunggal (individual) dalam kenyataan. Pengertian umum atau pengertian jenis (universalia) tidak memiliki eksistensi, sebab hanya yang tunggal itulah yang bereksistensi. Berdasarkan pandangan yang demikian itu pengetahuan juga hanya dikaitkan dengan hal-hal tunggal saja.
Menurut William, bahwa hakekat jiwa ada pada kehendaknya. Hal ini juga berlaku pada Allah. Maka kehendak Allah yang menetapkan penciptaannya dan pengaturannya. Segala perintah hukum Suci ditentukan oleh kehendak Allah, Seandainya Allah menghendaki, Ia dapat menuntut hal-hal yang berbeda sekali dengan yang hingga kini dituntut. Sesuatu adalah baik, karena Allah menghendaki.

2.    Nicolas Cusasus (1401-1464)
Nicolas Cusasus dilahirkan di Keus, dekat Trier. Mendapat pendidikan di Deventer, Heidelberg, Padua dan Koln. Karyanya yang pokok adalah De docta agnorantia (ketidak tahuan yang tahu). Ia sebagai tokoh pemikir yang paling akhir masa skolastik. Menurut pendapatnya, terdapat tiga cara untuk mengenal, yaitu: indera, akal dan intuisi. Pengenalan indera kita akan mendapatkan pengetahuan benda-benda berjasad yang sifatnya tidak sempurna. Dengan akal kita akan mendapat bentuk-bentuk pengertian yang abstrak berdasar pada sajian dan tangkapan indera. Dengan intuasi, kita akan mendapat pengetahuan yang lebih tinggi, hanya dengan ini kita akan dapat mempersatukan apa yang oleh akan tidak dapat disatukan.
Pemikiran Nicolaus ini sebagai upaya mempersatukan seluruh pemikiran abad pertengahan, yang dibuat ke masa depan dan pemikirannya ini tersirat suatu pemikiran para humanis. 

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
            Dari penjelasan tersebut dapat kita simpulkan bahwa pemikiran filsafat abad pertengahan didominasi oleh agama. Pemecahan semua persoalan selalu didasarkan atas dogma agama, sehingga corak pemikiran kefilsafatannya bersifat teosentris. Sedangkan ciri-ciri filsafat barat abad pertengahan, adalah:
Ø  Cara berfilsafatnya dipimpin gereja.
Ø  Berfilsafat di dalam lingkungan ajaran Aristoteles.
Ø  Berfilsafat dengan pertolongan Augustinus dan lain-lain.
Masa ini penuh dengan dominasi gereja, yang tujuannya untuk membimbing umat ke arah hidup yang saleh. Tetapi di sisi lain, dominasi gereja ini tanpa memikirkan martabat dan kebebasan manusia yang mempunyai perasaan, pikiran, keinginan dan cita-cita unutk menentukan masa depan.

DAFTAR PUSTAKA

Hadiwijono, Harun. (2001). Sari Sejarah Filsafat Barat 1. Yogyakarta: Kanisius
Muzairi. (2009). Filsafat Umum. Yogyakarta: Teras
Bertens, K. (2006). Ringkasan Sejarah Filsafat. Cet. XXIII. Yogyakarta: Kanisius
Poedjawijatna, I.R. (2002). Pembimbing ke Arah Alam Filsafat. Cet. XI. Jakarta: Rineka Cipta
Delfgaauw, Bernard. (2001). Filsafat Abad 20. Terjemahan Soejono Soemargono. Cet. II. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya
Gahral, Donny Adian. (2006). Percik Pemikiran Kontemporer: Sebuah Pengantar Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra
Titus, H. Harold. Smith, Marilyn S. dan Nolan, Richard T. (1984). Persoalan-persoalan Filsafat. Terjemahan Prof. Dr. H.M. Rasjidi. Cet. I. Jakarta: Bulan Bintang
Surajiyo. (2005). Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara




[1] Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 1, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), hlm. 70
[2] Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 1, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), hlm. 70-71

[3] Muzairi, Filsafat Umum, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 88
[4] Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 1, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), hlm. 72
[5] Mazhab Aleksandria, yang dipercaya didirikan oleh Markus sang penginjil, dikenal dengan interpretasi Alkitab yang alegorikal, dengan tokoh-tokoh seperti Origen dan Clement dari Alexandria.
[6] Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 1, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), hlm. 73
[7] Muzairi, Filsafat Umum, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 89
[8] Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 1, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), hlm. 75
[9]Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 1, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), hlm. 76
[10] Muzairi, Filsafat Umum, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 91
[11] Muzairi, Filsafat Umum, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 96
[12] Muzairi, Filsafat Umum, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 99

Tidak ada komentar:

Posting Komentar