ZAKAT PROFESI
Makalah ini dibuat untuk
memenuhi Tugas mata kuliah Masail Fiqih
Dosen pengampu : Dr. Ahmad
Arifi
Disusun oleh :
Abdul Muis
(11470019)
UIN SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
KEPENDIDIKAN ISLAM
2012
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Pengertian Zakat
Profesi
Zakat
profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (hasil profesi)
bila telah mencapai nisab. Profesi dimaksud mencakup profesi pegawai negeri
atau swasta, konsultan, dokter, notaris, akuntan, artis, wiraswasta, dll.
Zakat
profesi memang tidak dikenal dalam khazanah keilmuan Islam, sedangkan hasil
profesi yang berupa harta dapat dikategorikan ke dalam zakat harta
(simpanan/kekayaan). Dengan demikian hasil profesi seseorang apabila telah
memenuhi ketentuan wajib zakat maka wajib baginya untuk menunaikan zakat.
sekalipun hukum mengenai zakat profesi ini masih menjadi kontroversi dan belum
begitu diketahui oleh masyarakat muslim pada umumnya dan kalangan profesional
muslim, Namun kesadaran dan semangat untuk menyisihkan sebagian penghasilan
sebagai zakat yang diyakininya sebagai kewajiban agama yang harus
dikeluarkannya cukup tinggi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Zakat Profesi
Profesi atau profession, dalam terminologi Arab
dikenal dengan istilah al-mihn. Kalimat ini merupakan bentuk jama’ dari
al-mihnah yang berarti pekerjaan atau pelayanan. Profesi secara istilah berarti
suatu pekerjaan yang membutuhkan pengetahuan, keahlian, dan kepintaran.
Yusuf al-Qardhawi lebih jelas mengemukakan
bahwa profesi adalah pekerjaan atau usaha yang menghasilkan uang atau kekayaan
baik pekerjaan atau usaha itu dilakukan sendiri, tanpa bergantung kepada orang
lain, maupun dengan bergantung kepada orang lain, seperti pemerintah,
perusahaan swasta, maupun dengan perorangan dengan memperoleh upah, gaji, atau
honorium. Penghasilan yang diperoleh dari kerja sendiri
itu, merupakan penghasilan Profesional murni, seperti penghasilan seorang
dokter, insinyur, desainer, advokat, seniman, penjahit, tenaga pengajar (guru,
dosen, dan guru besar), konsultan, dan sejenisnya. Adapun hasil yang diperoleh
dari pekerjaan yang dilakukan dengan pihak lain adalah jenis-jenis pekerjaan
seperti pegawai, buruh, dan sejenisnya. Hasil kerja ini meliputi upah dan gaji
atau penghasilan-penghasilan tetap lainnya yang mempunyai nisab. [1]
Pendapatan profesi adalah
buah dari hasil kerja menguras otak dan keringat yang dilakukan oleh setiap
orang. contoh dari pendapatan kerja profesi : gaji, upah, insentif, atau nama
lainnya disesuaikan dengan jenis profesi yang dikerjakan baik itu pekerjaan
yang mengandalkan otak atau kemampuan fisik lainnya dan bahkan keduanya.[2]
B. Dasar Hukum Zakat Profesi
Semua penghasilan melalui
kegiatan profesional, jika telah mencapai nisabnya, maka wajib dikeluarkan
zakatnya. Berdasarkan firman Allah SWT dalam QS. Al Baqarah ayat 267
#qßJ£Jus? wur ÚöF{$#`ÏiBNä3s9 $oYô_t÷zr&$£JÏBur óOçFö;|¡2!$tB ÏM»t6ÍhsÛ`ÏB#qà)ÏÿRr& tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä $ygr'¯»tÇ
ÇËÏÐÈ ©ÏJym ÓÍ_xî!$#br& #þqßJn=ôã$#uryÏH (mÏù #qàÒÏJøóè?br& wÎ)mÉÏ{$t«Î/NçGó¡s9ur tbqà)ÏÿYè?çm÷ZÏB ]Î7yø9$#
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah)
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang
Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang
buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau
mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa
Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.
QS. Adz-Dzaariyah ayat
19
þöÇÊÒÈQrãóspRùQ$#ur @ͬ!$¡¡=Ïj9 A ,ymNÎgÏ9ºuqøBr& Îûur
Artinya: “Dan pada harta-harta
mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak
mendapat bagian”
Orang
miskin yang tidak mendapat bagian Maksudnya ialah orang miskin yang tidak
meminta-minta.
Hadist Rasulullah saw.
عن ابن عمر رضي الله
عنه قال من استفا مالا فلا زكاة عليه حتي يحول عليه الحول
Artinya “ Dari
Ibnu Umar ra.berkata, Barang siapa memanfaatkan (profesi untuk mendapatkan)
harta maka ia tidak wajib bayar zakat kecuali sudah sampai tahun.” ( H.R.Tirmidzi,Hadis
mauquf )
Dari beberapa firman dan hadist di atas dapat
disimpulkan, bahwa semua harta yang dimiliki dan semua penghasilan yang
didapatkan jika telah memenuhi persyaratan kewajiban zakat. Maka harus dikeluarkan zakatnya termasuk zakat profesi.
Penghasilan profesi (pegawai negeri/swasta, konsultan,
dokter, notaris, wiraswasta, dll) merupakan sumber pendapatan (kasab) yang
tidak banyak dikenal di masa generasi terdahulu, oleh karenanya bentuk kasab
ini tidak banyak dibahas, khususnya yang berkaitan dengan "zakat". Lain
halnya dengan bentuk kasab yang lebih populer saat itu, seperti pertanian,
peternakan dan perniagaan, mendapatkan porsi pembahasan yang sangat memadai dan
detail. Meskipun demikian bukan berarti harta yang didapatkan dari hasil profesi
tersebut bebas dari zakat, sebab zakat pada dasarnya/hakekatnya adalah pungutan
harta yang diambil dari orang-orang kaya untuk dibagikan kepada orang-orang
miskin di antara mereka (sesuai dengan ketentuan syara')[3].
Dengan
demikian apabila seseorang dengan penghasilan profesinya ia menjadi kaya, maka
wajib atas kekayaannya itu zakat, akan tetapi jika hasilnya tidak mencukupi
kebutuhan hidup dan keluarganya, maka ia menjadi mustahiq (penerima zakat).
Sedang jika hasilnya hanya sekedar untuk menutupi kebutuhan hidupnya, atau
lebih sedikit maka baginya tidak wajib zakat. Kebutuhan hidup yang dimaksud
adalah kebutuhan pokok, yakni, papan, sandang, pangan dan biaya yang diperlukan
untuk menjalankan profesinya.
C. Nisab, Kadar, dan Waktu
Mengeluarkan Zakat Profesi
Terdapat
beberapa kemungkinan dalam menentukan nishab, kadar, dan waktu mengeluarkan
zakat profesi. Hal ini tergantung pada qiyas (analogi) yang dilakukan :
1.
Jika dianalogikan pada zakat perdagangan, maka
nishab, kadar, dan waktu mengeluarkannya sama dengannya dan sama pula dengan
zakat emas dan perak. Nishabnya senilai 85 gram emas, kadar zakatnya 2,5 persen
dan waktu mengeluarkannya setahun sekali, setelah dikurangi kebutuhan pokok.
Cara menghitung misalnya : jika si A berpenghasilan Rp
5.000.000,00 setiap bulan dan kebutuhan pokok perbulannya sebesar Rp
3.000.000,00 maka nesar zakat yang dikeluarkan adalah 2,5 % x 12 x Rp
2.000.000,00 atau sebesar Rp 600.000,00 pertahun /Rp 50.000,00 perbulan.
2.
Jika dianalogikan pada zakat pertanian, maka
nishabnya senilai 653 kg padi atau gandum, kadar zakatnya sebesar lima persen
dan dikeluarkan pada setiap mendapatkan gaji atau penghasilan. Misalnya sebulan
sekali.
Cara
menghitungnya contoh kasus di atas, maka kewajiban zakat si A adalah sebesar 5%
x 12 x Rp 2.000.000,00 atau sebesar Rp 1.200.000,00 pertahun / Rp 100.000,00
perbulan.
3.
Jika dianalogikan pada zakat rikaz, maka
zakatnya sebesar 20 persen tanpa ada nishab, dan dikeluarkan pada saat
menerimanya.[4]
Cara
menghitungnya contoh kasus di atas, maka
si A mempunyai kewajiban berzakat sebesar 20 % x Rp 5.000.000,00 atau sebesar
Rp 1.000.000,00 setiap bulan.
Mengenai waktu pengeluaran
zakat profesi ini beberapa ulama berbeda pendapat sbb:
1.
Pendapat Abu Hanifah, Malik dan ulama modern, seperti Muh
Abu Zahrah dan Abdul Wahab Khalaf mensyaratkah haul tetapi terhitung dari awal
dan akhir harta itu diperoleh, kemudian pada masa setahun tersebut harta
dijumlahkan dan kalau sudah sampai nisabnya maka wajib mengeluarkan zakat.
2.
Pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, Umar bin Abdul Aziz dan
ulama modern seperti Yusuf Qardhawi tidak mensyaratkan haul, tetapi zakat
dikeluarkan langsung ketika mendapatkan harta tersebut. Mereka
mengqiyaskan dengan yang dibayar pada setiap waktu panen. (haul:lama
pengendapan harta)[5]
ini
berdasarkan Q.S Al-An’am ayat 141
¾ÍnÏ$|ÁymQöqtçm¤)ym #qè?#uäur….
Artinya: “Dan tunaikanlah haknya di
hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan
zakatnya )”
D. Persentase Volume Zakat Profesi
Persentase
yang dikeluarkan dari pendapatan hasil kerja profesi relatif , dengan ketentuan
sbb:
1.
Untuk zakat pendapatan aktif volume persentase
zakat yang dikeluarkan adalah 2,5 % dari sisa aset simpanan dan telah mencapai
nisab pada akhir masa haul
2.
Untuk zakat
pendapatan pasif dari hasil kerja profesi persentase zakat yang
dikeluarkan adalah 10 % dari hasil total pendapatan kotor atau 5% dari pendapatan bersih setelah dipotong
pengeluaran untuk kebutuhan primer dan operasional. [6]
Karena
profesi itu sendiri bermacam-macam bentuk, jenis dan perolehan uangnya untuk
tetap memakai kedua macam standar nisab zakat tersebut dalam menentukan nishab
zakat profesi, dengan perimbangan sebagai berikut.
Pertama, Untuk
jenis-jenis profesi berupa bayaran atas keahlian, seperti dokter spesialis,
akuntan, advokat, kontraktor, arsitek, dan profesi-profesi yang sejenis dengan
itu, termasuk juga pejabat tinggi negara, guru besar, dan yang sejajar
dengannya, nishab zakatnya disamakan dengan zakat hasil pertanian, yakni
senilai kurang lebih 750 kg beras (5 wasaq). Meskipun kelihatannya pekerjaan
tersebut bukan usaha yang memakai modal, namun ia sebenarnya tetap memakai
modal, yaitu untuk peralatan kerja, transportasi, sarana komunikasi seperti
telepon, rekening listrik, dan lain-lain, zakatnya di kiaskan atau disamakan
dengan zakat hasil pertanian yang memakai modal, yakni 5 %, dan dikeluarkan
ketika menerima bayaran tersebut. Ini sama dengan zakat pertanian yang menggunakan biaya irigasi (bukan tadah
hujan)
Kedua, Bagi
kalangan profesional yang bekerja untuk pemerintah misalnya, atau badan-badan
swasta yang gajinya tidak mencapai nishab pertanian sebagaimana yang
dikemukakan di atas, sebutlah guru misalnya, atau dokter yang bekerja di rumah
sakit, atau orang-orang yang bekerja untuk suatu perusahaan angkutan. Zakatnya
disamakan dengan zakat emas dan perak yakni 93,6 gram ( sekitar Rp. 8.424.000 ,
jika diperkirakan harga per gram emas sekarang 90.000,) maka nilai nishab emas
adalah Rp. Rp. 8.424.000, dengan kadar zakat 2,5 %. Jika pada akhir tahun
jumlah mencapai satu nisab, dikeluarkan zakatnya 2,5 persen, setelah
dikeluarkan biaya pokok dari yang bersangkutan dan keluarganya.[7]
BAB III
Kesimpulan
1.
Zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan
dari penghasilan profesi bila telah mencapai nisab . Profesi yang dimaksud
mencakup profesi sebagai pegawai negeri/swasta, wiraswasta dan lain-lain. Dan
hasil kerja profesi wajib di zakatkan jika telah sampai nisabnya.
2.
Batas nisab harta kekayaan yang diperoleh dari usaha
profesi dapat disamakan nisabnya dengan zakat hasil tanaman yaitu 5 wasaq
(sekitar 750 kg beras), dengan kewajiban zakat 5 % atau 10 %, dan dibayarkan
ketika mendapatkan perolehan imbalan atau upah dari profesi tersebut dan bila disamakan dengan zakat emas dan
perak nishabnya senilai 85 gram emas, kadar zakatnya 2,5 persen, maka
mengeluarkannya satu tahun sekali.
Bila
disamakan dengan zakat pertanian
nishabnya senilai 653 kg padi atau gandum, kadar zakatnya sebesar lima
persen dan dikeluarkan pada setiap mendapatkan gaji atau penghasilan. Bila
disamakan pada zakat rikaz, maka zakatnya sebesar 20 persen tanpa ada nishab,
dan dikeluarkan pada saat menerimanya.
DAFTAR PUSTAKA
Hafidhuddin,
Didin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema insani, 2002
Mufraini, M Arief mufraini, opcit, hl 81
http; //
portalinfaq.com tgl 21 maret 2012, jam 16.34
Arief,
Akuntansi Manajemen Zakat, Jakarta : Kencana, 2006
http :// www. Partai infaq. Com tgl 21 maret jam 16.15
M.Arief mufraini, Akutansi Manjemen
Zakat.(Jakarta, kencana, 2006),hal. 78-79
Didin hafidhuddin, Zakat dalam perekonomian
modern. (Jakarta, Gema insani, 2002) hl 96-97
http ; // www.
Pkpu.or.id. panduan php. Com tgl 21 maret 2012 jam 16.15
http :// Zakat
profesi.com tgl 21 maret jam 16.17
Tidak ada komentar:
Posting Komentar